15 Paguyuban Angkot Malang Serbu DPRD Tolak Bus Trans Jatim, Ribuan Sopir Terancam Menganggur!

SUARAMALANG.COM, Kota Malang – Gelombang penolakan muncul di Kota Malang setelah rencana Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) menghadirkan Bus Trans Jatim Malang Raya yang akan melayani rute antar kota dan kabupaten diumumkan.

Sebanyak 15 paguyuban sopir angkot Kota Malang bersatu menyatakan sikap menolak keras kehadiran armada bus ini karena dinilai akan mempercepat kehancuran transportasi angkot yang selama ini menjadi tumpuan hidup ribuan sopir.

Penolakan tersebut disampaikan langsung kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang dalam audiensi resmi pada Kamis (18/9/2025) dengan harapan wakil rakyat dapat memperjuangkan nasib mereka di hadapan Pemprov Jatim.

Ketua Forum Komunikasi Paguyuban Angkot Kota Malang, Stefanus Hari Wahyudi, menegaskan bahwa semua sopir dari seluruh jalur trayek sepakat untuk menolak pengoperasian Bus Trans Jatim di Kota Malang.

“Seluruh kawan-kawan sopir angkot dari semua jalur trayek angkot Kota Malang sepakat untuk menolak, karena keberadaan Bus Trans Jatim ini akan menghancurkan keberadaan angkot di Kota Malang,” kata Stefanus saat dikonfirmasi, Kamis (18/9/2025).

Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya kecewa lantaran tidak pernah diajak berdialog secara resmi oleh pemerintah sebelum kebijakan ini diumumkan, padahal sopir angkot adalah pihak yang paling terdampak langsung jika Trans Jatim beroperasi.

“Kami selama ini tidak pernah diajak duduk bersama untuk membicarakan rencana ini, padahal sopir angkot yang akan terdampak langsung jika Bus Trans Jatim benar-benar beroperasi di Kota Malang,” jelasnya.

Menurut Stefanus, kondisi sopir angkot di Kota Malang saat ini sudah sangat memprihatinkan akibat sepinya penumpang karena persaingan dengan transportasi online yang terus meningkat.

“Kalau mau dibilang sepi ya masih ada penumpangnya, tetapi tidak sebanyak dulu, teman-teman sedang berjuang walaupun sulit. Pendapatan kita sudah berkurang karena adanya transportasi online, sekarang mau ada Trans Jatim lagi,” bebernya.

Ia khawatir kehadiran bus ini akan memicu gelombang pengangguran baru jika pemerintah tidak segera mengambil langkah penyelamatan bagi transportasi angkot di Kota Malang.

“Kami sangat khawatir akan ada gelombang pengangguran jika transportasi angkot di Kota Malang benar-benar mati,” ujarnya.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang, Widjaja Saleh Putra, menyatakan bahwa Pemkot Malang belum menerima kepastian teknis terkait waktu operasional, rute, tarif, maupun jumlah armada Bus Trans Jatim yang akan diterjunkan.

“Kami memang sudah bertemu dengan Dishub Provinsi Jawa Timur, namun memang belum ada kepastian rencana kapan dimulai beroperasi,” kata Widjaja, Kamis (18/9/2025).

Ia menambahkan bahwa Pemkot Malang siap melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan sopir angkot jika sudah ada keputusan final dari Pemprov Jatim.

“Termasuk rute, tarif, sampai jumlah armadanya berapa, kami sejauh ini belum mendapatkan informasi,” pungkasnya.

Di sisi lain, Kepala Dishub Jawa Timur, Nyono, mengakui bahwa dinamika penolakan yang muncul di Malang merupakan hal wajar dan menjadi tantangan yang harus dihadapi pemerintah.

“Dinamikanya memang begitu dan kami sangat memahami apa yang dirasakan para sopir angkot, nanti kita koordinasikan lagi dengan mereka,” ungkap Nyono usai menghadiri pertemuan dengan DPD Organda Jatim, Kamis (18/9/2025).

Ia menjelaskan bahwa pengalaman serupa juga pernah terjadi saat pembukaan Trans Jatim Koridor Madura dan Koridor Mojokerto yang pada awalnya ditolak namun akhirnya dapat diterima setelah dilakukan dialog intensif.

“Seperti saat pembukaan koridor lain, penolakan memang ada, tetapi akhirnya kami bisa menemukan titik temu,” ujarnya.

Nyono menyebut Pemprov Jatim berkomitmen untuk mencari solusi terbaik dengan mengintegrasikan angkot sebagai angkutan feeder yang berfungsi mengantarkan penumpang menuju halte Bus Trans Jatim agar tetap memiliki peran dalam sistem transportasi.

“Kami upayakan agar jalur Trans Jatim tidak bersinggungan langsung dengan jalur angkot, sehingga angkot tetap bisa menjadi bagian penting dalam sistem transportasi publik Jawa Timur,” katanya.

Ia menegaskan bahwa tujuan utama dari Trans Jatim adalah menyediakan transportasi publik yang murah, efisien, dan ramah masyarakat untuk menekan biaya mobilitas warga Jawa Timur yang selama ini dinilai tinggi.

“Trans Jatim hadir agar masyarakat tidak terbebani biaya mobilitas, sebab jika tidak ada transportasi publik yang layak, orang akan mencari jalannya sendiri, misalnya dengan mencicil motor,” tuturnya.

Pemprov Jatim diketahui menggandeng tiga operator bus besar yaitu PO Tentrem, PO Restu, dan PO Bagong dalam pengelolaan Bus Trans Jatim Malang Raya.

“Unit kendaraan disediakan Pemprov Jatim dengan sistem Buy The Service (BTS), jadi ini bukan berdasarkan jumlah penumpang atau setoran melainkan pemerintah yang membeli layanan, dengan begitu bus tidak akan ngetem menunggu penumpang,” terang Nyono.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah memiliki kewajiban menyediakan transportasi publik yang terjangkau dan aman, namun aturan tersebut juga melindungi keberadaan angkutan eksisting seperti angkot melalui mekanisme konsultasi publik dan perlindungan trayek.

Jika Pemprov Jatim memaksakan kebijakan ini tanpa dialog yang memadai, sopir angkot berpotensi melakukan gugatan hukum melalui uji materi di Mahkamah Agung atau melaporkan kebijakan tersebut ke Ombudsman Republik Indonesia atas dugaan maladministrasi.

Konflik ini kini menjadi ujian bagi Pemprov Jatim, Pemkot Malang, dan DPRD Kota Malang dalam meredam gejolak sosial yang mulai memanas.

Jika tidak segera diselesaikan melalui komunikasi yang transparan dan solusi konkret, Kota Malang berpotensi menghadapi gelombang demonstrasi besar yang dapat memicu ketidakstabilan politik lokal menjelang tahun anggaran baru.

Exit mobile version