SUARAMALANG.COM, Sidoarjo – Bupati Sidoarjo Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana terlibat perseteruan tajam terkait rotasi dan mutasi 61 aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
Perselisihan ini mencuat usai pelantikan yang digelar pada Rabu, 17 September 2025 di Pendopo Delta Wibawa.
Mimik menilai pelantikan itu cacat prosedur karena keputusan dilakukan tanpa persetujuan dirinya sebagai pengarah Tim Penilai Kerja (TPK).
Menurut Mimik, sebelumnya telah disepakati hanya 31 ASN yang akan dimutasi untuk mengisi jabatan di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD), namun pada pelaksanaannya justru bertambah menjadi 61 ASN.
“Memang sudah dibentuk TPK dan saya sebagai pengarah. Pembentukan TPK bertujuan mengisi kekosongan jabatan yang ada, yakni 31 jabatan dengan 79 kandidat yang diajukan,” kata Mimik, Minggu, 21 September 2025.
Ia menambahkan, sehari sebelum pelantikan, tepatnya Selasa, 16 September 2025, dirinya sudah mengirimkan surat kepada Subandi untuk meminta klarifikasi nama-nama kandidat yang akan dimutasi.
“Selama TPK bekerja, tidak pernah membahas tentang penilaian kinerja para kandidat. Hanya menunjukkan nama-nama yang diusulkan. Karena itu saya membuat surat tanggal 16,” terangnya.
Mimik menganggap proses mutasi tidak objektif karena ASN dengan kinerja baik justru tidak dilantik atau malah dipindahkan tanpa alasan yang jelas.
Ia juga menilai pelantikan ini melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Merit.
Mimik menegaskan akan melaporkan masalah ini ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai bentuk perlawanan atas kebijakan yang menurutnya tidak sesuai aturan.
“Mutasi ini jelas melanggar regulasi. Saya akan laporkan ke Kemendagri,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Subandi menilai pelaporan ke Kemendagri adalah hak Mimik dan dirinya tidak keberatan.
“Tidak apa-apa, silakan,” kata Subandi kepada wartawan, Senin, 22 September 2025.
Subandi membantah adanya pelanggaran prosedur dalam proses mutasi dan rotasi tersebut.
Menurutnya, mutasi ASN telah melalui sistem terbaru bernama IMUD (Integrated Management Update Data) dan mendapat persetujuan resmi dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Kita mutasi ini sudah sesuai regulasi melalui sistem terbaru, sistem IMUD. Semua proses sudah melalui BKN dan telah dinyatakan sah,” tegas Subandi.
Subandi juga membantah tudingan jual beli jabatan dalam proses mutasi ini.
“Tidak ada jual beli jabatan. Kami terbuka jika ada perbedaan pendapat, tapi ini semua sudah sesuai mekanisme yang berlaku,” ujarnya.
Konflik ini semakin mempertegas ketegangan hubungan Subandi dan Mimik yang sudah tercium sejak Maret 2025.
Subandi dan Mimik dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo periode 2025–2030 oleh Presiden Prabowo Subianto pada 20 Februari 2025.
Awalnya, keduanya tampak solid dengan visi membangun sektor UMKM, infrastruktur, layanan publik, lingkungan, dan kesejahteraan sosial.
Namun, hubungan mulai retak setelah video pernyataan Subandi yang menyinggung DPRD Sidoarjo viral pada 19 Maret 2025.
Dalam video tersebut, Subandi menyebut DPRD “menghambur-hamburkan uang”, yang memicu reaksi keras dari enam fraksi DPRD.
Pada 17 Juni 2025, Subandi akhirnya meminta maaf dalam sidang paripurna, namun sejumlah anggota DPRD justru walk out karena tidak puas dengan klarifikasi tersebut.
Mimik yang juga Ketua DPC Partai Gerindra Sidoarjo kemudian mendukung sikap politik partainya yang menolak permintaan maaf Subandi.
Ia juga secara terbuka mengaku jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam pembuatan Peraturan Bupati terkait insentif pajak dan pegawai P3K.
“Jangankan diminta pertimbangan, diajak bicara saja tidak. Padahal Bupati dan Wakil Bupati itu kesatuan dalam pemerintahan,” ujar Mimik, 19 Juni 2025.
Ketegangan sempat mereda pada akhir Juni 2025 setelah Mimik membantah rumor keretakan hubungan mereka.
Namun, pelantikan 61 ASN pada 17 September 2025 kembali memicu konflik baru yang lebih besar.
Mimik yang tidak hadir dalam pelantikan itu mengkritik keras proses rotasi tersebut dan menyebut dirinya hanya dijadikan alat legitimasi.
“Saya hanya dijadikan formalitas. Kali ini saya sungguh kecewa dan tidak mau lagi ada toleransi,” tegas Mimik.
Ia juga menyoroti dugaan penyalahgunaan wewenang staf pribadi Bupati yang ikut campur dalam urusan teknologi informasi di Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Dengan dua kali konflik besar dalam tujuh bulan sejak dilantik, duet Subandi–Mimik kini berada di ujung tanduk.
Jika laporan Mimik ke Kemendagri diterima, konflik ini berpotensi berlanjut ke ranah hukum dan mengganggu roda pemerintahan Kabupaten Sidoarjo.
Pewarta : M.Nan