LIRA Jatim Soroti Pengangkatan Direktur RSUD Kanjuruhan, Pertanyakan Rekam Jejak dan Integritas Pejabat Publik

SUARAMALANG.COM, Kabupaten Malang – Pengangkatan dr. Nur Rochmah, MMRS sebagai Direktur RSUD Kanjuruhan Malang memantik perdebatan publik di tengah harapan akan perbaikan layanan kesehatan di Kabupaten Malang.

Bupati Malang HM Sanusi secara resmi melantik dr. Nur Rochmah pada Senin, 21 Juli 2025 di Ruang Rapat Anusapati, Kantor Bupati Malang.

Acara pelantikan tersebut menjadi momentum penting setelah tiga tahun jabatan Direktur RSUD Kanjuruhan hanya diisi oleh sejumlah pejabat berstatus Pelaksana Tugas (Plt).

Namun, di balik seremoni resmi tersebut, muncul suara kritis yang mempertanyakan rekam jejak sang direktur baru yang dinilai sarat polemik.

M Zuhdy Achmadi, atau akrab disapa Didik, selaku Gubernur LIRA Jawa Timur, menjadi pihak yang paling lantang mengkritik pengangkatan ini.

“Kami heran, kok bisa seseorang yang di RSUD Lawang saja penuh persoalan, justru dapat promosi ke RSUD Kanjuruhan,” tegas Didik kepada awak media.

Didik menyoroti bahwa selama memimpin RSUD Lawang, dr. Nur Rochmah dikaitkan dengan berbagai konflik internal yang berdampak pada mutasi sejumlah pejabat di lingkungan rumah sakit tersebut.

Beberapa pejabat struktural seperti kepala bidang, kepala seksi, hingga kasubag disebut-sebut harus meninggalkan posisinya karena perseteruan dengan Nur Rochmah.

“Pejabat yang tidak sejalan dengannya malah dimutasi keluar, ini kan aneh,” tambah Didik menegaskan.

Fenomena tersebut kemudian menimbulkan kecurigaan bahwa pengangkatan ini tidak murni berbasis pada prestasi atau kompetensi.

Gubernur LIRA Jawa Timur, M Zuhdy Achmadi, saat wawancara dengan awak media terkait pengangkatan dr. Nur Rochmah (Foto:suaramalang)

Sorotan publik kian tajam karena jabatan Direktur RSUD Kanjuruhan memiliki peran strategis dalam menentukan arah kebijakan layanan kesehatan di Malang Raya.

Dalam konteks pengangkatan pejabat publik, terdapat regulasi ketat yang seharusnya menjadi acuan utama pemerintah daerah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 971/MENKES/PER/XI/2009, pengangkatan direktur rumah sakit pemerintah daerah wajib memenuhi standar kompetensi yang mencakup pengalaman lima tahun di bidang manajemen rumah sakit dan kemampuan manajerial yang dibuktikan dengan sertifikat.

Selain itu, pejabat yang diangkat harus memiliki rekam jejak baik, integritas tinggi, dan bebas dari permasalahan hukum atau etika yang bisa mencoreng citra institusi.

Regulasi ini diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengatur bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) seperti Direktur RSUD harus melalui mekanisme yang transparan dan berbasis meritokrasi.

Dalam sambutannya saat pelantikan, Bupati Malang HM Sanusi menyatakan harapannya agar dr. Nur Rochmah dapat membawa RSUD Kanjuruhan menjadi pusat rujukan kesehatan unggulan di Malang Raya.

“Jabatan ini membawa tanggung jawab besar untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kabupaten Malang,” ujar Sanusi di hadapan tamu undangan.

Sanusi juga meminta Nur Rochmah menjadi figur teladan bagi seluruh pegawai dan tenaga kesehatan di RSUD Kanjuruhan.

Namun, pernyataan tersebut belum cukup menjawab pertanyaan publik terkait integritas dan rekam jejak direktur yang baru dilantik itu.

Lebih lanjut Didik menegaskan bahwa publik tidak hanya butuh pejabat yang sah secara administratif, tetapi juga yang bersih dari kontroversi dan memiliki komitmen kuat dalam pelayanan publik.

“Ini soal pelayanan publik, bukan sekadar siapa yang dekat dengan kekuasaan,” sindir Didik menyinggung kesan adanya faktor kedekatan dalam pengangkatan tersebut.

Dalam praktik birokrasi di Indonesia, isu pengangkatan pejabat karena kedekatan politik atau loyalitas masih menjadi persoalan laten.

Kondisi ini sering kali memperlemah reformasi birokrasi yang seharusnya menempatkan kompetensi dan integritas sebagai parameter utama.

Pengangkatan pejabat strategis seperti Direktur RSUD tidak hanya berdampak pada tata kelola internal rumah sakit, tetapi juga langsung mempengaruhi kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat.

Jika pejabat yang dilantik memiliki rekam jejak bermasalah, maka risiko terjadinya konflik internal, penurunan kinerja, hingga terganggunya layanan kesehatan menjadi semakin besar.

LIRA Jatim juga mengingatkan bahwa integritas pejabat publik adalah kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

“Publik punya hak untuk tahu rekam jejak pejabatnya, apalagi yang mengelola pelayanan kesehatan,” tandas Didik.

Masyarakat kini menunggu komitmen nyata dari Nur Rochmah untuk membuktikan kapabilitasnya di tengah berbagai sorotan tersebut.

Jika tidak ada perbaikan signifikan dalam layanan RSUD Kanjuruhan, maka sorotan publik dipastikan akan semakin tajam.

Dalam konteks pengawasan publik, peran DPRD Kabupaten Malang serta lembaga pengawas internal daerah sangat penting untuk memastikan proses pengangkatan pejabat sesuai dengan prinsip good governance.

Transparansi dan akuntabilitas menjadi kata kunci yang harus terus dikawal agar birokrasi di Kabupaten Malang tidak terjebak dalam praktik-praktik lama yang mencederai profesionalisme.

Kini publik menanti aksi nyata, bukan sekadar janji atau retorika dalam memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Malang.

Dengan jabatan yang telah resmi diemban, dr. Nur Rochmah punya kesempatan sekaligus tantangan besar untuk membuktikan bahwa dirinya layak dipercaya memimpin RSUD Kanjuruhan.

Masyarakat tentu berharap pengangkatan ini benar-benar membawa perubahan positif, bukan justru memperkuat budaya birokrasi yang elitis dan tertutup.

Pewarta : M. Solichin/Slamet

Exit mobile version