Mega Skandal Rel Kereta: Wasekjen PDIP Yoseph Aryo Diperiksa KPK Sebagai Saksi, Suap Diduga 10% dari Nilai Proyek!

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Kesekretariatan DPP PDI Perjuangan, Yoseph Aryo Adhi Dharmo, untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Wilayah Jawa Timur, Senin (15/9/2025).

Pemeriksaan terhadap Yoseph dilakukan di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta sebagai bagian dari pendalaman kasus yang menyeret sejumlah pejabat tinggi Kemenhub dan pengusaha besar di sektor perkeretaapian.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ungkap Budi Prasetyo, selaku Juru Bicara KPK, Senin (15/9/2025).

Selain Yoseph Aryo, KPK juga memanggil dua saksi lain, yakni Linawati selaku staf Koordinator Pengadaan Transportasi Darat dan Kereta Api Kemenhub, serta Zulfikar Tantowi yang menjabat sebagai Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa pada Biro LPPBMN Kemenhub.

“YAAD, Wakil Sekjen Bidang Kesekretariatan DPP PDI Perjuangan,” jelas Budi Prasetyo ketika memberikan keterangan pers, Senin (15/9/2025).

Pemanggilan Yoseph kali ini bukan yang pertama, karena sebelumnya ia juga telah beberapa kali diperiksa penyidik KPK, termasuk pada 18 Juli 2024, saat ia dicecar soal pertemuannya dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan perannya sebagai kepala sekretariat tim pemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019.

“Saya dicecar penyidik terkait pertemuan dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, serta ditanya soal operasional tim pemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin tahun 2019,” ungkap Yoseph, Kamis (18/7/2024).

Dalam pemeriksaan sebelumnya pada 4 September 2024, Yoseph sempat dipanggil bersama anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDIP saat itu, Lasarus, setelah sebelumnya tidak hadir tanpa keterangan pada 15 Agustus 2024.

Kasus dugaan korupsi ini berawal dari proyek pembangunan jalur ganda kereta api Solo Balapan–Kadipiro dan beberapa proyek perawatan prasarana perkeretaapian yang masuk dalam program strategis nasional.

KPK menduga telah terjadi rekayasa dalam proses administrasi dan penentuan pemenang tender proyek tersebut yang melibatkan oknum pejabat DJKA dan para pengusaha pelaksana proyek.

“KPK menduga para pelaku telah merekayasa proses administrasi hingga penentuan pemenang tender, sementara suap yang diterima berkisar antara 5 sampai dengan 10 persen dari nilai proyek,” tegas Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Senin (15/9/2025).

Dalam pengembangan perkara ini, KPK telah menetapkan dan menahan sejumlah pejabat Kemenhub sebagai tersangka penerima suap, di antaranya Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi, PPK Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan, Kepala BTP Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya, PPK BTP Jawa Bagian Barat Syntho Pirjani Hutabarat, PPK Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulawesi Selatan Achmad Affandi, dan PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadilansyah.

Selain itu, Ketua Pokja Pengadaan Budi Prasetyo, Sekretaris Pokja Pengadaan Hardho, serta anggota Pokja Pengadaan Edi Purnomo juga turut ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.

Sementara itu, pihak pemberi suap berasal dari kalangan pengusaha, yakni Dion Renato Sugiarto selaku Direktur PT Istana Putra Agung (IPA), Muchamad Hikmat selaku Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma (DF), Yoseph Ibrahim yang menjabat sebagai Direktur PT KA Manajemen Properti hingga Februari 2023, Parjono selaku VP PT KA Manajemen Properti, Asta Danika selaku Direktur PT Bhakti Karya Utama (BKU), dan Zulfikar Fahmi selaku Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera (PKS).

Tersangka terbaru dalam kasus ini adalah Risna Sutriyanto, ASN Kemenhub yang menjabat sebagai Ketua Pokja terkait proyek Jalur Ganda KA Solo Balapan–Kadipiro, serta Medi Yanto Sipahutar, mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Yofi Okatrisza, ASN di Kemenhub.

Berdasarkan hasil penyidikan KPK, praktik suap ini terjadi secara sistematis melalui pemufakatan jahat antara pejabat pengadaan di DJKA dengan para pengusaha untuk memenangkan tender proyek pembangunan dan perawatan prasarana kereta api di berbagai wilayah.

Dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tentang suap dan gratifikasi, dengan ancaman hukuman penjara antara 4 hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.

Selain itu, praktik rekayasa pengadaan ini juga melanggar ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang seharusnya mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.

KPK menegaskan akan terus mendalami peran setiap pihak, termasuk Yoseph Aryo, dalam proses pengadaan proyek strategis ini untuk memastikan seluruh pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut integritas pengelolaan proyek transportasi nasional dan kredibilitas pemerintah dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur yang bersih dari praktik korupsi.

Pewarta : M.Nur

Exit mobile version