Mengenal 9 Wali Songo: Jejak Dakwah, Wilayah Penyebaran, dan Asal Usul

Suaramalang – Wali Songo merupakan tokoh agama yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa dan sekitarnya. Dalam bahasa Jawa, Wali Songo berarti sembilan wali.

Sesuai dengan namanya, walinya ada sembilan. Namun pendapat lain juga mengatakan bahwa kata “songo” berasal dari bahasa Arab tsana, yang artinya mulia.

Kesembilan orang suci tersebut memiliki metode dakwah yang unik untuk mencapai misinya, seperti melalui pendidikan, tradisi bahkan seni.

Sedangkan strategi dakwah Wali Songo berhasil membuat masyarakat Jawa menerima Islam dan mempelajari Islam secara bertahap.

Untuk mengetahui keunikan cara dakwah tersebut, berikut pembahasan tentang cara dakwah Wali Songo, daerah penyebarannya, dan asal muasalnya.

1.Sunan Gresik

Nama asli Sunan Gresik adalah Maulana Malik Ibrahim. Ia menetap di daerah Gresik untuk menyebarkan ajaran Islam. Sayangnya, tahun kelahirannya tidak diketahui.

Berdasarkan silsilahnya, Sunan Gresik merupakan keturunan Nabi Muhammad saw yang ke-22 melalui Siti Fatimah yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib.

Beliau merupakan ayah dari Sunan Ampel dan kakek dari Sunan Bonang dan Sunan Drajat.

Sunan Gresik adalah seorang anggota pemerintahan negara yang menjadi penasehat raja, guru bagi pangeran, dan dermawan bagi fakir miskin.

Beliau wafat pada tanggal 8 April 1419 M dan dimakamkan di desa Gapura, kota Gresik. Hingga kini banyak orang berziarah ke makamnya.

2.Sunan Ampel

Raden Rahmat atau Sunan Ampel merupakan putra dari Ibrahim As-Samarkandi yang menikah dengan putri Raja Champa dari Vietnam bernama Dewi Candra Wulan.

Sunan Ampel menyebarkan ajaran Islam di Jawa Timur dan merupakan Sunan pertama di Demak. Beliaulah pemimpin asli Wali Songo.

Sunan yang lahir di Kerajaan Champa singgah di Tuban, kemudian bertemu dengan tokoh masyarakat bernama Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning.

Kedua tokoh tersebut akhirnya memeluk agama Islam sehingga memudahkan Sunan Ampel untuk mendekati masyarakat dan menjalankan dakwah Islam.

Sunan Ampel meninggal pada tahun 1406. Ia dimakamkan di Kompleks Masjid Ampel, Surabaya.

3. Sunan Bonang

Sunan Bonang merupakan anak Sunan Ampel dari istrinya yang bernama Dewi Candrawati. Nama aslinya adalah Maulana Makhdum Ibrahim.

Ia dikenal sebagai ahli Kalam dan Tauhid. Ia banyak belajar di Pasai dan mendirikan pesantren di daerah Tuban setelah pulang dari Pasai.

Semasa hidupnya, Sunan Bonang sering berdakwah melalui seni untuk menarik minat masyarakat Jawa untuk memeluk Islam. Dua lagu terkenal yang ditulisnya adalah Wijil dan Tombo Ati.

Sunan Bonang memasukkan rebab dan bonang sebagai pelengkap gamelan Jawa dalam lagu-lagunya. Hal ini bertujuan untuk menambah unsur keislaman.

Selain itu Sunan Bonang juga berdakwah dengan mengganti nama Tuhan dengan nama bidadari dalam Islam.

Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban, wilayah pesisir utara Pulau Jawa.

4. Sunan Drajat

Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Qasim yang juga merupakan putra Sunan Ampel. Ia berdakwah menggunakan bakti sosial sebagai pionir di kawasan Drajad, Kecamatan Paciran, Lamongan.

Dia memelopori dukungan untuk anak yatim dan orang sakit. Dalam menyebarkan Islam, ia mengutamakan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kesejahteraan umat.

5. Sunan Kudus

Sunan Kudus atau Ja’far Sadiq lahir pada tanggal 9 September 1400 M. Ia merupakan putra dari Raden Usman Haji yang menyebarkan agama Islam di daerah Jipang Panolan, Blora, Jawa Tengah.

Sebutan ‘Kudus’ tercipta karena ia paling lama memilih daerah Kudus sebagai tempat dakwahnya. Sunan Kudus dipercaya mendominasi pemerintahan di wilayah Kudus hingga menjadi bupati dan pemuka agama.

Sunan Kudus disebut wali ilmu karena beliau sangat ahli dalam ilmu agama, terutama ilmu tafsir, fiqih, fikih, tauhid, hadis dan mantik.

Selain itu beliau mempunyai sikap toleransi antar agama yang tinggi sehingga cara dakwahnya adalah mendekatkan agama Hindu dan Budha dengan Islam.

Sunan Kudus meninggal di Kudus pada tahun 1550 dan dimakamkan di Kompleks Masjid Menara Kudus.

6. Sunan Giri

Nama asli Sunan Giri adalah Raden ‘Ainul Yaqin, putra Syekh Maulana Ishaq (murid Sunan Ampel). Ia juga dikenal dengan nama Raden Paku.

Sunan Giri ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk berdakwah di Blambangan. Ia bersekolah di Pondok Pesantren Ampel Denta, kemudian menunaikan ibadah haji setelah dewasa bersama Sunan Bonang.

Saat hendak menunaikan ibadah haji, mereka berdua singgah di Pasai untuk belajar iman dan tasawuf.

Dalam sebuah cerita, Sunan Giri digambarkan sebagai salah satu Wali Songo yang mampu mencapai tingkat ilmu laduni, yaitu ilmu yang datang langsung dari Allah Ta’ala tanpa perantara.

Sunan Giri meninggal sekitar awal abad ke-16 dan dimakamkan di Bukit Giri, Gresik.

7.Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga adalah pangeran dari Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Dia disebut Raden Sahid dan disebut juga Syekh Malaya.

Ia belajar Islam dari Sunan Bonang yang kemudian juga menerapkan metode dakwah dengan seni dan budaya seperti gurunya.

Kesenian yang sering ia gunakan untuk menyebarkan agama Islam adalah wayang kulit dan tembang suluk. Banyak pihak yang menilai penembakan Lir-Ilir dan Gundul Pacul adalah ulah Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga meninggal pada pertengahan abad ke-15 dan dimakamkan di desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

8. Sunan Muria

Raden Umar Said atau Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. Nama ‘Muria’ diduga oleh masyarakat sekitar Kota Kudus berasal dari Gunung Muria.

Sunan Muria tinggal dan berdakwah di Bukit Muria. Cara berdakwahnya sama dengan ayahnya, yaitu melalui seni. Selain itu, ia juga mengajari masyarakat awam cara bertani, berjualan, dan menangkap ikan.

Dalam sejarah, tahun pasti kematiannya tidak diketahui. Menurut perkiraan, Sunan Muria meninggal pada abad ke-16 dan dimakamkan di Bukit Muria, Kudus.

9. Sunan Gunung Jati

Sunan terakhir adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Beliau berasal dari Pasai dan merupakan pendiri dinasti kesultanan Banten yang dimulai dari putranya Sultan Maulana Hasanudin.

Sunan Gunung Jati juga merupakan pendiri Kesultanan Cirebon.

Pada tahun 1527, ia menyerang Sunda Kelapa di bawah pimpinan panglima perang Kesultanan Demak, Fatahillah.

Sunan Gunung Jati adalah sosok cerdas yang rajin mencari ilmu. Karena keikhlasannya, ibunya mengizinkannya belajar di Mekkah dan melanjutkan ke Mesir.

Sunan Gunung Jati meninggal di Cirebon pada tahun 1570 ketika usianya diperkirakan 80 tahun. Makamnya berada di Kompleks Pemakaman Wukir Sapta Pangga di Gunung Jati, Desa Astana, Cirebon, Jawa Barat.

Exit mobile version