Pengamat ISESS: Penempatan Polisi Aktif di Jabatan Sipil Langgar Hirarki Hukum dan Ciptakan Dwifungsi Polri

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melarang anggota Korps Bhayangkara menduduki jabatan sipil sebelum mengundurkan diri atau pensiun.

Putusan tersebut dibacakan dalam perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menguji Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Ketua MK Suhartoyo menyampaikan amar putusan dengan kalimat, “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” dalam sidang pleno di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2025).

Dengan putusan ini, penugasan polisi aktif pada jabatan sipil tidak lagi dapat dilakukan hanya berdasarkan izin Kapolri atau surat perintah internal kepolisian.

Pemohon, Syamsul Jahidin, menilai bahwa banyak anggota Polri aktif menjabat posisi sipil tanpa proses pengunduran diri atau pensiun.

Ia menegaskan bahwa praktik tersebut bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi, serta merugikan hak konstitusionalnya sebagai profesional sipil.

Pemohon juga menilai norma pasal yang diuji menciptakan dwifungsi Polri karena polisi dapat berperan sebagai aparat keamanan sekaligus menjalankan fungsi pemerintahan, birokrasi, dan sosial kemasyarakatan.

Syamsul turut mencantumkan sejumlah nama pejabat dari unsur Polri aktif yang kini menduduki jabatan sipil, yaitu sebagai berikut:

  1. Komjen Pol Setyo Budiyanto – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

  2. Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho – Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

  3. Panca Putra Simanjuntak – Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas).

  4. Komjen Pol Nico Afinta – Sekjen Menteri Hukum.

  5. Komjen Suyudi Ario Seto – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).

  6. Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo – Wakil Kepala BSSN.

  7. Komjen Pol Eddy Hartono – Kepala BNPT.

  8. Irjen Pol Mohammad Iqbal – Inspektur Jenderal DPD RI.

  9. Brigjen Sony Sanjaya – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional.

  10. Brigjen Yuldi Yusman – Plt Dirjen Imigrasi di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.

  11. Kombes Jamaludin – Kementerian Haji dan Umrah.

  12. Brigjen Rahmadi – Staf Ahli di Kementerian Kehutanan.

  13. Brigjen Edi Mardianto – Staf Ahli Mendagri.

  14. Irjen Prabowo Argo Yuwono – Irjen Kementerian UMKM.

  15. Komjen I Ketut Suardana – Irjen Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Fenomena ini sebelumnya menjadi sorotan setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menaikkan pangkat 22 perwira tinggi yang sebagian di antaranya langsung ditugaskan ke kementerian dan lembaga tanpa mewajibkan pengunduran diri.

Pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto, menjelaskan bahwa Pasal 28 Ayat (3) UU Polri secara tegas mensyaratkan pengunduran diri atau pensiun sebelum menduduki jabatan di luar kepolisian.

Ia menegaskan bahwa penggunaan dasar hukum berupa penjelasan pasal tidak tepat karena “penjelasan bukan merupakan norma hukum yang mengikat.”

Bambang memperingatkan potensi konflik kepentingan karena perwira aktif yang menjabat posisi sipil dapat berhadapan dengan persoalan hukum di instansi tempat mereka bertugas.

Menurutnya, koordinasi antar lembaga tidak memerlukan penempatan polisi aktif dalam struktur kementerian atau lembaga, karena “pada dasarnya semua kementerian/lembaga termasuk Polri harus melakukan koordinasi meski tanpa masuk dalam struktur.”

Ia menegaskan bahwa pemerintah harus membuat sistem pencegah ego sektoral dan ego individu.

Bambang juga mengingatkan prinsip “Lex Superior Derogat Legi Inferiori” bahwa peraturan Kapolri maupun Peraturan Presiden tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.

Ia menilai putusan MK ini mengembalikan Polri pada khitahnya sebagai institusi yang bertugas “melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, menjaga kamtibmas dan penegakan hukum” sesuai amanat UU Nomor 2 Tahun 2002.

Putusan ini sekaligus menjadi koreksi struktural terhadap praktik penugasan polisi aktif di jabatan sipil yang dinilai mengganggu meritokrasi, stabilitas birokrasi, dan independensi lembaga negara.

Exit mobile version