Oleh : Ali Wahyudin Asa’ad, SH, Pengacara/Penasehat AWAS Solidarity *
SUARAMALANG.COM, Kota Malang – Rangkap jabatan di lingkungan pemerintahan dan BUMD bukan hanya persoalan administratif. Ia adalah cermin krisis etika kekuasaan — ketika jabatan publik dianggap milik pribadi, bukan amanah rakyat.
Kasus seorang Direktur Utama BUMD Kabupaten Malang yang juga duduk sebagai Sekretaris TPPD Kota Malang, dan fenomena serupa seperti pejabat yang merangkap posisi di KONI serta PMI Kota Malang, menegaskan bahwa batas-batas moral dan hukum birokrasi kini mulai kabur.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Pasal 57 ayat (1)
Larangan ini tidak dibatasi wilayah administratif, artinya berlaku lintas kabupaten/kota selama jabatan tersebut, menggunakan anggaran negara/daerah, dan berpotensi menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest).
TPPD adalah organ kebijakan yang bersinggungan langsung dengan investasi dan proyek daerah, sementara BUMD adalah entitas bisnis milik daerah.
Ketika satu orang mengisi dua ruang itu, fungsi kontrol publik mati di tangan kekuasaan.
Rangkap jabatan akan menjadi konflik kepentingan terstruktur, seperti memimpin BUMD di kabupaten juga menjadi TPPD di Kota Malang.
Ini bukan kolaborasi lintas daerah, melainkan tumpang tindih kepentingan yang membuka ruang transaksi kebijakan, proyek, dan informasi publik.
Hal yang sama terjadi pada pejabat yang merangkap di BUMD, KONI, dan PMI.
Setiap lembaga itu mengelola dana publik dan bergantung pada kepercayaan publik.
Ketika satu orang menguasai semuanya, keadilan birokrasi lenyap.
Dalam hal ini AWAS Solidarity menuntut:
1. Mendesak Wali Kota dan Bupati Malang melakukan evaluasi etis dan administratif terhadap seluruh pejabat yang rangkap jabatan lintas daerah.?
2. Meminta KASN dan Inspektorat Provinsi Jawa Timur memeriksa potensi pelanggaran PP 54/2017 dan UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.?
3. Menolak normalisasi praktik rangkap jabatan yang mencederai profesionalitas aparatur dan menciptakan feodalisme birokrasi modern.
Baik Kota maupun Kabupaten Malang menurut AWAS Solidarity membutuhkan pejabat yang fokus, bukan yang serakah jabatan,
rangkap jabatan lintas daerah bukan tanda kemampuan, namun sebagai krisis integritas.
” Mari kita semua mengawal agar tata kelola pemerintahan daerah bersih dari konflik kepentingan dan dikembalikan ke rel hukum dan etika publik, ” ujar Ali Wahyudi, tokoh AWAS Solidarity
AWAS Solidarity akan mengawal akal sehat publik, menegakkan marwah hukum dan pemerintahan yang beradab.
*) Penulis : Ali Wahyudi Asaad, SH -Pengacara di Malang/ Penasehat AWAS Solidarity
*) Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
