SUARAMALANG.COM, KABUPATEN MALANG – Meski telah berusia 56 tahun, Yudi Hartono, pelukis asal Desa Bululawang, Kabupaten Malang, tetap aktif berkarya di dunia seni lukis. Usia bukanlah batas bagi Yudi untuk terus menuangkan gagasan dan perasaannya ke dalam kanvas. Ia dikenal luas sebagai seniman yang memiliki ciri khas kuat dalam gaya realisme modern, yang menggabungkan keindahan detail tiga dimensi dengan sentuhan klasik ala Rococo. Gaya ini membuat karya-karyanya terasa hidup dan memiliki daya tarik visual yang memikat, seolah mengajak penikmatnya memasuki dunia yang tercipta dalam lukisan tersebut.
Bakat seni Yudi sudah mulai tampak sejak masa kecil, jauh sebelum ia dikenal seperti sekarang. Sejak duduk di bangku kelas 5 SD, ia telah menunjukkan kecintaannya pada dunia gambar dan warna. Hal ini terbukti ketika ia berhasil menyabet juara pertama dalam lomba melukis tingkat kecamatan, sebuah pencapaian yang menjadi titik tolak perjalanan seninya. Semangat dan konsistensinya terus terjaga, hingga akhirnya pada tahun 1985 ia meraih juara II dalam lomba poster bertema “Bahaya Narkoba” tingkat Malang Raya. Prestasi itu bukan hanya mengukuhkan kemampuannya, tetapi juga membuka peluang lebih luas untuk terus berkembang sebagai pelukis.
Yudi dikenal sebagai pribadi yang sabar, telaten, dan sangat detail dalam berkarya. Setiap goresan kuas yang ia torehkan merupakan hasil dari proses panjang yang melibatkan perenungan, riset, dan ketekunan. Ia bisa menghabiskan waktu antara satu hingga lima bulan untuk menyelesaikan satu lukisan, tergantung pada kompleksitas objek, tingkat detail, serta emosi yang ingin ia tuangkan ke dalam kanvas. Proses tersebut tidak hanya memerlukan keahlian teknis, tetapi juga kepekaan rasa dan kedalaman jiwa.
Melukis bukanlah rutinitas mekanis atau semata-mata tugas menyelesaikan pesanan. Melukis adalah perjalanan spiritual, sebuah bentuk komunikasi batin antara dirinya, objek yang dilukis, dan penikmat karya. Ia kerap merenung berjam-jam sebelum memulai lukisan, membiarkan ide dan inspirasi berkembang secara alami. Kadang, ia mendengarkan musik klasik atau duduk di tengah alam untuk menyelaraskan suasana hati dengan tema lukisan yang akan digarap.
Meskipun sebagian besar karyanya merupakan hasil pesanan, Yudi menegaskan bahwa kepuasan batin tetap menjadi alasan utamanya dalam berkarya. Setiap karya harus membuatnya merasa “bertemu diri sendiri”. Ia tidak mau sekadar memenuhi permintaan tanpa ikatan emosional dengan apa yang dilukis. “Yang utama adalah kepuasan dalam berkarya,” ungkapnya dengan mantap. Bagi Yudi, seni bukan hanya tentang hasil akhir atau nilai jual, melainkan panggilan jiwa yang menuntut kejujuran dan ketulusan
Di usianya kini, Yudi masih memupuk harapan besar agar karyanya bisa menjangkau lebih banyak orang dan memberi dampak positif bagi dunia seni, khususnya bagi generasi muda. Baginya, karya seni bukan sekadar hasil goresan kuas di atas kanvas, melainkan jembatan yang menghubungkan hati, gagasan, dan pengalaman manusia.
Setiap lukisan yang ia ciptakan, diharapkan bisa menginspirasi orang lain untuk tidak hanya melihat, tetapi juga merasakan—bahwa di balik warna dan bentuk, ada cerita dan nilai yang bisa dipetik.
Yudi ingin membuktikan bahwa seni rupa bukan hanya bisa menjadi bentuk ekspresi diri, tetapi juga bisa menjadi sumber penghidupan yang layak jika ditekuni dengan serius dan penuh cinta. Di tengah tantangan hidup dan keterbatasan pasar seni yang seringkali tidak berpihak kepada seniman daerah, ia tetap teguh melangkah.
“Seni bisa menjadi bentuk ekspresi sekaligus sumber penghidupan jika dijalani dengan ketekunan dan ketulusan,” katanya, dengan sorot mata yang menyiratkan tekad dan keyakinan.
Bagi Yudi, melukis adalah jalan hidup. Di sana ia menemukan ruang untuk menyampaikan isi pikirannya, menyuarakan keresahan, dan mengabadikan keindahan yang kadang tak mampu diungkap dengan kata. Melukis memberinya rasa tenang, seperti berbicara kepada alam semesta dalam bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh jiwa.
Setiap karya yang ia hasilkan adalah bagian dari perjalanannya—ada kisah jatuh bangun, ada peluh, harapan, bahkan doa yang diam-diam disematkan dalam tiap garis dan warna.
Melalui seni, Yudi belajar tentang kesabaran, tentang makna kejujuran, dan tentang keberanian untuk tetap berkarya meski jalan yang dilalui tidak selalu mulus. Harapannya, generasi muda melihat seni bukan sebagai sesuatu yang elitis atau eksklusif, melainkan sebagai dunia yang bisa dimasuki siapa pun yang mau belajar, berproses, dan mencintainya sepenuh hati.
Di tengah gempuran dunia digital dan perubahan zaman, Yudi tetap menaruh harapan besar terhadap masa depan seni rupa, khususnya bagi generasi muda. Ia berharap , karya-karyanya tidak hanya dinikmati sebagai bentuk estetika, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi para perupa muda untuk terus berkarya.
“Saya berharap karya-karya saya bisa lebih dikenal luas, bukan demi ketenaran semata, tetapi agar bisa menyampaikan pesan dan semangat yang saya tuangkan di dalamnya,” ujar Yudi.
Ia juga menekankan bahwa seni bukan sekadar kegiatan sampingan, tetapi bisa menjadi jalan hidup yang bernilai.
“Seni bisa menjadi bentuk ekspresi sekaligus sumber penghidupan jika dijalani dengan ketekunan dan ketulusan,” tegasnya
Pewarta: Slamet