SUARAMALANG, Kabupaten Malang – Sebanyak 21 pemuda ditetapkan sebagai tersangka oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Malang dalam kasus perusakan pos polisi dan kantor Polsek Pakisaji yang terjadi pada Minggu, 31 Agustus 2025.
Kapolres Malang, AKBP Danang Setiyo PS, menjelaskan bahwa 15 dari 21 tersangka berstatus dewasa, sedangkan enam lainnya merupakan anak di bawah umur.
“Perkembangan terbaru, dari hasil penyelidikan dan pengembangan, total sudah ada 21 orang yang kami tetapkan sebagai tersangka. Proses hukum terhadap seluruh pelaku berjalan sesuai aturan yang berlaku,” kata Danang dalam konferensi pers di Mapolres Malang, Senin, 22 September 2025.
Aksi perusakan ini bermula dari penyebaran poster “Teknis Lapangan Aliansi Malang Melawan” melalui media sosial.
Salah satu tersangka berinisial FSB, 20 tahun, warga Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, membagikan poster tersebut ke grup percakapan WhatsApp.
Pesan tersebut kemudian ditanggapi oleh tersangka RAA dengan narasi “Pos polisi ae”, yang langsung dibalas FSB dengan ajakan, “Ayoo sing bagian kabupaten dipecahi kabeh.”
Percakapan provokatif ini memicu puluhan pelaku untuk bergerak secara konvoi menggunakan sepeda motor dari Kota Malang menuju wilayah Kabupaten Malang.
Sekitar pukul 03.00 WIB, konvoi tiba di Pos Polisi Kebonagung dan melakukan pelemparan batu hingga merusak fasilitas kepolisian.
Aksi berlanjut ke Kantor Polsek Pakisaji pada pukul 03.15 WIB, di mana pelaku merusak pintu dan kaca jendela kantor polisi.
Dalam insiden ini, seorang pelaku bernama SDA berhasil diamankan oleh petugas piket Polsek Pakisaji, sementara pelaku lainnya melarikan diri ke arah Kepanjen.
Pelaku yang lolos kemudian melanjutkan aksi anarkis dengan melempar batu ke Pos Pantau Simpang Empat Kepanjen dan Pos Laka 12.50 Satlantas di Jalan Sumedang, Kelurahan Cepokomulyo, Kecamatan Kepanjen.
Kasatreskrim Polres Malang, AKP Muchammad Nur, menyebut penangkapan para pelaku dilakukan bertahap.
“Tiga orang diamankan saat kejadian, sepuluh orang pada 31 Agustus, enam orang pada 15 September, dan dua orang terakhir ditangkap pada 16 September,” jelas Nur.
Nur juga menegaskan bahwa masing-masing tersangka sudah ditetapkan perannya, mulai dari provokator di media sosial, pelempar batu, hingga perusak fasilitas negara.
Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain sepeda motor, ponsel yang digunakan untuk komunikasi dan provokasi, serta batu paving yang dipakai untuk merusak pos polisi.
Danang menegaskan bahwa tindakan anarkis seperti ini merupakan tindak kriminal serius yang tidak bisa ditoleransi.
“Motif perusakan yang dilakukan mereka ini karena terprovokasi situasi yang berkembang di media sosial. Para tersangka bergerak konvoi, lalu melakukan pelemparan dan perusakan terhadap fasilitas Polri. Ini jelas tindakan kriminal yang tidak bisa ditoleransi,” tegasnya.
Ia juga memastikan keamanan Kabupaten Malang akan dijaga ketat agar tetap kondusif.
“Kami pastikan Kabupaten Malang tetap kondusif. Tidak boleh ada yang main-main dengan keamanan,” pungkas Danang.
Para tersangka dijerat pasal berlapis, di antaranya Pasal 214 KUHP subsider Pasal 212 KUHP tentang perlawanan terhadap aparat, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap barang dan orang secara bersama-sama, Pasal 406 KUHP tentang perusakan, serta Pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
Selain itu, pasal dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juga diterapkan, yakni Pasal 45A ayat (1) dan (2) juncto Pasal 28 UU No. 1 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008, terkait penyebaran provokasi melalui media sosial.
Ancaman pidana bagi para tersangka maksimal tujuh tahun penjara.
Polisi memastikan penanganan enam tersangka anak akan dilakukan sesuai ketentuan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, termasuk pendampingan dari Balai Pemasyarakatan.
“Penanganan perkara terus kami kawal secara profesional dan transparan. Kami juga berkoordinasi dengan pihak terkait untuk penanganan tersangka anak sesuai aturan hukum yang berlaku,” ujar Nur.
Berikut inisial nama dan profesi 15 tersangka dewasa: SDA (22) – Swasta/Kernet, Wagir; MAF (19) – Karyawan swasta, Tutur, Pasuruan; TF (19) – Karyawan swasta, Tutur, Pasuruan; MRA (19) – Karyawan swasta, Sutojayan, Blitar; RJA (18) – Kuli Batu, Wagir; MAW (18) – Pelajar SMK, Kepanjen; ADS (18) – Tidak bekerja, Kepanjen; RAA (20) – Swasta, Ngajum; SAP (21) – Swasta, Kepanjen; RP (20) – Swasta, Kepanjen; MM (20) – Swasta, Ngajum; FSB (20) – Swasta, Ngajum; FFH (19) – Swasta, Ngajum; GP (24) – Swasta, Ngajum; IC (22) – Swasta, Kepanjen.
Enam tersangka anak, yakni ME (16) – Pelajar SMK, Kepanjen; MH (15) – Pelajar SMK, Kepanjen; MAS (17) – Pelajar SMK, Kepanjen; FPA (16) – Tidak sekolah, Kepanjen; NIK (15) – Pelajar SMK, Kepanjen; dan AJS (16) – Pelajar SMK, Wagir.
Dengan perkembangan kasus ini, Polres Malang terus melakukan pendalaman untuk memastikan tidak ada aktor lain yang mendalangi aksi provokasi dan perusakan.
Pewarta : M.Nan