SURAT TERBUKA UNTUK MEDIA DAN PUBLIK
Sunardi Dipaksa Langgar Hukum, Polisi Malah Jerat yang Menolak Pelanggaran
Kepada Yth
Rekan-rekan media
dan seluruh masyarakat yang menjunjung keadilan,
Kami merasa perlu menyampaikan surat terbuka ini sebagai bentuk keprihatinan sekaligus peringatan keras terhadap memburuknya kualitas penegakan hukum di negeri ini—khususnya saat warga yang memegang teguh aturan justru dijadikan sasaran kriminalisasi.
Adalah Bapak Sunardi, seorang warga Sukun, pemilik sah sebidang tanah seluas 4.578 m². Beliau saat ini sedang mengalami tekanan luar biasa: dipaksa oleh pihak pengembang untuk melegalkan penjualan kavling atas tanahnya, padahal belum ada pelunasan harga, belum ada penyerahan tanah, dan yang lebih penting—beliau tidak pernah menyetujui konsep penjualan tanahnya dalam bentuk kavlingan.
Ketika Sunardi menolak terlibat dalam praktik ilegal itu, alih-alih dihormati sebagai warga taat hukum, beliau malah dilaporkan ke polisi oleh pihak pengembang dengan tuduhan penipuan dan penggelapan. Tragisnya, laporan tersebut tidak hanya diterima, tetapi telah masuk ke tahap penyidikan.
Pertanyaan besarnya: mengapa polisi justru memproses laporan yang jelas-jelas menyimpang dari nalar dan logika hukum?
Perlu kami tegaskan:
1. Sunardi bukan pengembang.
Menurut UU No. 1 Tahun 2011 dan PP No. 12 Tahun 2021, penjualan tanah kavling dalam konteks perumahan hanya boleh dilakukan oleh badan hukum dengan perizinan lengkap. Sunardi adalah warga biasa, bukan pemodal, bukan pengusaha properti. Justru, jika ia mengikuti kemauan pengembang, maka ia akan terlibat dalam tindak pidana yang diancam dengan penjara hingga 5 tahun dan denda Rp500 juta.
2. Tidak ada pelunasan.
Pihak pengembang baru membayar sebagian harga tanah. Namun dengan berani dan lancang, mereka sudah menjual tanah tersebut dalam bentuk kavling ke pihak ketiga. Ini jelas pelanggaran kontrak, dan berpotensi pidana. Tetapi justru mereka yang merasa bisa melaporkan Sunardi.
3. Polisi tak menyentuh pelaku utama.
Ini adalah titik paling mengkhawatirkan: Mengapa aparat penegak hukum tidak memproses pelanggaran yang jelas-jelas sudah dilakukan pengembang, tetapi malah memproses korban? Apakah hukum sekarang hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas?
Sunardi adalah cermin dari ribuan warga kecil yang sering kali tidak cukup kuat untuk melawan tekanan dari pemilik modal. Tetapi dalam negara hukum, hukum seharusnya menjadi pelindung yang paling kokoh bagi mereka yang benar. Sayangnya, dalam kasus ini, hukum justru digunakan untuk menekan, bukan melindungi.
Kami menuntut:
Kepolisian segera menghentikan penyidikan terhadap Bapak Sunardi.
Penegakan hukum terhadap pengembang yang telah menjual tanah secara ilegal tanpa hak.
Evaluasi terhadap anggota kepolisian yang menangani perkara ini agar tidak terjadi keberpihakan.
Jika hukum bisa diputarbalikkan sedemikian rupa, maka rakyat kecil tak punya tempat lagi berlindung. Biarlah publik yang menjadi saksi: apakah kita masih hidup dalam negara hukum, atau sudah terperosok dalam negara yang berpihak pada uang dan kekuasaan semata?
Hormat Kami
Plt Bupati LIRA Kab.Malang
Wiwid Tuhu P., SH., MH.