Iklan

Orangtua Jadi Korban Rentenir dan Mafia Tanah, Anak-anak Almarhum Mengadu ke Bupati LIRA Malang

Iklan

SUARAMALANG.COM, KOTA MALANG – Kasus dugaan praktik mafia tanah dan rentenir kembali mencuat di Kabupaten Malang. Korban Maya Tri Utami, bersama adik-adiknya dan kerabat, mendatangi pengurus Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Malang pada Sabtu (13/9), untuk mengadukan kasus yang menimpa keluarganya.

Maya mengungkapkan, keluarganya mengalami kerugian besar miliaran rupiah akibat dugaan penipuan, pemalsuan dokumen, hingga penguasaan aset tanpa hak yang menyeret nama sejumlah pihak, termasuk seorang notaris dan pemilik KSP UM berinisial GY.

Iklan

“Ibu dan adik-adik saya semuanya perempuan. Kami sudah membayar angsuran miliaran rupiah dan bahkan menyerahkan uang hasil penjualan sawah sebesar Rp1,3 miliar. Namun, rumah peninggalan ayah kami tetap dirampas. Kami merasa ditipu, dipermainkan, dan dizalimi,” ujar Maya dengan emosi.

Ia menambahkan, dugaan praktik mafia tanah tersebut sudah mereka laporkan ke Polda Jawa Timur dan Polresta Malang Kota. Namun hingga saat ini, laporan tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti.

Selain Maya, Isa Kristina, janda almarhum Solikin, juga hadir dalam pertemuan tersebut. Isa menyebut, langkah ini diambil untuk memperjuangkan hak anak-anaknya dan mencari keadilan atas aset peninggalan suaminya yang diduga dirampas dengan cara melawan hukum.

Bupati LIRA Malang, Wiwid Tuhu P, SH, MH, saat memberi tanggapan kepada awak media (ist).

Menanggapi aduan itu, Bupati LIRA Malang, Wiwid Tuhu P, SH, MH, menyatakan akan membantu dan menindaklanjuti pengaduan tersebut dengan langkah-langkah hukum selanjutnya, termasuk meneliti dokumen-dokumen yang diduga dipalsukan.

LIRA Kabupaten Malang, menurut Wiwid juga akan mengecek dan menelaah atas laporan korban ke kepolisian yang tidak ditindaklanjuti secara serius.

Bupati LIRA ini menilai, korban yang harus terusir dari rumah tempat tingalnya manakala berhadapan dengan Koperasi Unggul Makmur, yang memberikan pinjaman sebesar Rp 700 juta dan diminta jaminan senilai Rp.3,5 miliar, yang ternyata sudah membayar senilai Rp 1,5 miliar, ternyata obyek jaminan malah dialihkan oleh koperasi.

” Jelas peristiwa itu adalah penipuan dan penggelapan berkedok pinjaman koperasi, ” katanya.

Dalam peristiwa itu ada indikasi kuat praktik perbankan ilegal (illegal banking). Juga kuat dugaan KSU Unggul Makmur telah bertransformasi menjadi predator finansial yang justru memakan anggotanya sendiri. Alih-alih memakmurkan, sebab Koperasi ini diduga melakukan:

Pembebanan Bunga yang Eksploitatif: Pinjaman awal Rp 700 juta, dengan jaminan Hak Tanggungan senilai Rp 875 juta. Debitur (alm. Solikin dan Ibu Isa) telah membayar bunga tunai Rp 1,5 MILIAR selama 30 bulan, plus hasil penjualan tanah jaminan lainnya senilai Rp 1,3 MILIAR.

Total yang telah dibayar Rp 2,8 MILIAR, tetapi utang masih dinyatakan belum lunas. Ini adalah ciri khas lintah darat (rentenir) yang mempraktikkan bunga bergulung, bukan koperasi. Dalam seluruh dokumen perjanjian, akta, dan bukti transaksi sengaja tidak diberikan kepada debitur.

Hal Ini melanggar prinsip kepercayaan dan keterbukaan yang menjadi sendi utama koperasi, apalagi terdapat Praktik Cessie (Pengalihan Piutang) Ilegal dengan Pengalihan piutang dari Koperasi kepada pihak lain yang dilakukan secara diam-diam dan tanpa pemberitahuan hukum kepada debitur.

” Ini menunjukkan koperasi tidak bertindak untuk kepentingan anggota, melainkan untuk kepentingan individu tertentu, ” ujarnya lagi

Polisi dan Diskoperindag Harus Periksa KSU Unggul Makmur

Dengan kronologi tersebut, menjadi kuat dugaan KSU Unggul Makmur untuk telah menyimpang dari aturan utama yakni Undang-undang No.25 Tahun 1992 Tentang Perkoprasian, antara lain:

Pasal 2 : Koperasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berdasar atas kekeluargaan. Tindakan menekan janda hingga suaminya stres dan meninggal dunia adalah anti-kekeluargaan.

Pasal 5 : Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota. Bukan memiskinkan dan merampas asetnya.

Pasal 33 : Mengatur tentang SHU (Sisa Hasil Usaha) yang dibagikan secara adil. Mustahil praktik yang dapat diduga sebagai rentenir seperti ini menghasilkan SHU yang adil bagi anggota.
Indikasi Kuat Praktik Perbankan Ilegal (Illegal Banking)

Yang lebih berbahaya, KSU Unggul Makmur juga diduga melakukan fungsi layaknya bank tanpa memiliki izin:

Menerima Simpanan dan Menyalurkan Pinjaman kepada Publik: Koperasi seharusnya fokus melayani anggotanya. Jika pinjaman diberikan kepada non-anggota atau dengan skema yang masif seperti bank, hal ini merupakan pelanggaran berat dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perbankan ilegal yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia.

Kasus ini harus menjadi perhatian serius bagi: Otoritas Jasa Keuangan (OJK): Untuk mengawasi dengan ketat praktik lembaga keuangan mikro dan koperasi simpan pinjam yang sering kali menyimpang menjadi rentenir berizin.

Kementerian Koperasi dan UKM: Untuk melakukan audit dan pencabutan izin terhadap koperasi-koperasi yang telah mengkhianati jati dirinya dan menjadi alat pemerasan.

Aparat Penegak hukum dalam hal ini Kepolisian, jika dirasakan terdapat unsur penipuan, dan atau penggelapan, dan atau pemalsuan.

Pengadilan dalam hal ini Pengadilan Negeri Kepanjen, mengingat perkara ini sudah dibawa keranah sengketa perdata dan sedang diperiksa oleh pengadilan negeri Kepanjen, dan Lumbung Informasi Rakyat sebagai bagian dari Amicus Curiae/sahabat pengadilan, memohon untuk agar Majelis Hakim Pemeriksa perkara akan dapat memutus perkara yang sinergi dengan nilai ide Koperasi sebagai semangat membangun kesejahtraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pewarta : *Slamet K

Iklan
Iklan
Iklan