Iklan

PBNU Bicara Soal Skandal Kuota Haji, Siap Diperiksa dan Pastikan Tak Terlibat

Iklan

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan dukungan penuh terhadap langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut tuntas dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 yang merugikan negara lebih dari Rp1 triliun.

“Jika ada pengurus yang memang diperlukan keterangannya, tentu kita sungguh-sungguh menghormati. Kita harapkan yang dimintai keterangan bisa memberikan penjelasan dengan baik, sebagai bagian dari warga negara yang taat hukum,” ujar Saifullah Yusuf, Sekjen PBNU, Senin (15/9/2025).

Iklan

“Yang penting kita pastikan PBNU tidak terlibat, karena PBNU sejak awal menghormati upaya penegakan hukum yang dilakukan KPK,” cetus Saifullah Yusuf.

Sikap kooperatif PBNU ini disampaikan di tengah meningkatnya ketegangan di internal organisasi setelah KPK memeriksa seorang staf PBNU berinisial SB pada 9 September 2025. SB diduga memiliki keterkaitan dengan eks Staf Khusus Menteri Agama, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex.

“Ada hubungan antara staf PBNU berinisial SB dengan mantan staf khusus menteri, Gus A, yang saat ini masih kami dalami,” kata Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Selasa (9/9/2025).

“Pendalaman yang kami lakukan mencakup soal perintah-perintahnya, kemudian penerimaan uang, serta hal-hal lain yang masih terkait dengan kasus ini,” ujarnya.

A’wan PBNU Abdul Muhaimin meminta KPK segera mengumumkan penetapan tersangka agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan warga NU.

“Segera umumkan tersangkanya supaya tidak ada kesan KPK memainkan tempo yang membuat resah internal NU, khususnya warga,” tegas Abdul Muhaimin, Senin (15/9/2025).

“Jika penetapan tersangka terus ditunda, bisa muncul kesan bahwa KPK justru merusak reputasi NU secara kelembagaan, padahal dugaan pelaku hanyalah oknum yang memanfaatkan nama besar NU untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” katanya.

“Telusuri aliran dana dan periksa petinggi PBNU, itu tugas KPK yang kami dukung sepenuhnya, karena kami patuh pada penegakan hukum,” ujar Abdul Muhaimin.

KPK sendiri menegaskan bahwa penyidikan ini tidak bertujuan untuk mendiskreditkan organisasi keagamaan manapun, termasuk PBNU, melainkan fokus pada penelusuran aliran dana dan pemulihan kerugian negara.

“Jadi kami sedang melakukan follow the money, yakni menelusuri ke mana saja aliran dana tersebut bergerak,” ungkap Asep Guntur, Kamis (11/9/2025).

“Ini bukan berarti kami ingin mendiskreditkan organisasi tertentu, melainkan karena penyelenggaraan haji memang berkaitan dengan organisasi keagamaan,” ujarnya.

Kasus ini bermula dari temuan KPK pada 9 Agustus 2025 ketika lembaga antirasuah itu meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan setelah mengumpulkan bukti awal dugaan praktik jual beli kuota haji.

Dua hari sebelumnya, 7 Agustus 2025, KPK memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait proses distribusi kuota haji selama masa jabatannya.

“Pada tanggal 7 Agustus 2025, kami telah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, sebagai bagian dari proses pengumpulan informasi awal dalam penyelidikan kasus kuota haji,” ujar Asep Guntur.

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan hasil koordinasi awal dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan indikasi kerugian negara melebihi Rp1 triliun.

“Sebagai langkah antisipasi, kami juga telah melakukan pencegahan terhadap tiga orang agar tidak bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas,” tegas Asep, Senin (11/8/2025).

KPK menemukan bahwa praktik korupsi ini berawal dari tambahan 20.000 kuota haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi pada 2024. Kuota ini dibagi Kemenag menjadi 10.000 kuota haji reguler dan 10.000 kuota haji khusus.

Pembagian tersebut melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang mengatur kuota haji reguler sebesar 92 persen dan haji khusus hanya 8 persen.

Temuan yang sama juga diungkap Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI, yang menilai adanya kejanggalan serius dalam kebijakan Kemenag.

Pada 10 September 2025, KPK membeberkan aliran dana hasil korupsi yang mengalir secara berjenjang dari agen travel hingga pejabat puncak Kemenag.

“Kalau di kementerian, ujungnya tentu saja Menteri, sementara kalau di tingkat kedeputian, ya ujungnya Deputi,” ucap Asep, Rabu (10/9/2025).

“Biasanya pejabat tinggi tidak menerima uang itu secara langsung, melainkan melalui staf khusus, asisten, atau bahkan kerabat dekat, namun tetap ada indikasi mereka ikut menikmati hasilnya,” tegas Asep.

KPK juga menemukan bahwa setiap kuota haji diperjualbelikan dengan harga antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS.

Dana tersebut kemudian mengalir ke sejumlah pihak, mulai dari staf ahli hingga kerabat pejabat, sebelum akhirnya mencapai pejabat puncak di Kemenag.

“Walaupun uang tersebut kini sudah berubah menjadi aset seperti rumah, kendaraan, dan lainnya, kami tetap melakukan penyitaan sebagai bagian dari proses hukum,” tambah Asep.

Secara hukum, kasus ini melibatkan pelanggaran Pasal 64 UU No. 8 Tahun 2019 tentang pembagian kuota haji, Pasal 2 dan 3 UU Tipikor tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri atau kelompok yang merugikan negara, serta UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

KPK bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memetakan aliran dana dan memastikan seluruh aset yang diduga berasal dari tindak pidana dapat disita demi pemulihan kerugian negara.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut integritas pengelolaan dana haji dan nasib jutaan umat Muslim Indonesia yang mempercayakan ibadah suci ini kepada pemerintah dan lembaga terkait.

PBNU berharap KPK dapat segera mengungkap pihak-pihak yang terlibat secara transparan, agar organisasi keagamaan tidak terseret dalam pusaran isu negatif yang ditimbulkan oleh ulah segelintir oknum.

Pewarta : Kiswara

Iklan
Iklan
Iklan