Iklan

Kegagalan Sistemik MBG: Ribuan Anak Keracunan, BGN Klaim Pengawasan Berlapis

Iklan

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden RI Prabowo Subianto menghadapi sorotan tajam akibat ribuan anak mengalami keracunan makanan sejak peluncurannya pada 6 Januari 2025.

Menurut data terbaru Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga September 2025, lebih dari 5.360 anak menjadi korban dan angka ini diduga lebih tinggi karena adanya penutupan informasi oleh sekolah dan pemerintah daerah.

Iklan

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyebut bahwa tragedi ini menunjukkan kegagalan tata kelola sistemik yang dilakukan BGN dalam pelaksanaan program MBG.

“Jika kasus ini hanya terjadi sekali, mungkin bisa disebut kesalahan teknis. Namun ribuan anak terdampak di berbagai daerah, ini bukti kegagalan sistemik yang jelas,” ujar Ubaid dalam pernyataan resmi Jumat (19/9/2025).

JPPI menekankan bahwa pemerintah daerah yang menutupi kasus turut memperburuk situasi dan membuat program berjalan tanpa evaluasi menyeluruh.

Selain itu, banyak menu MBG ditemukan tidak sesuai standar gizi dan bentuknya tidak layak, sehingga menyulitkan BGN untuk memastikan program benar-benar aman bagi anak-anak.

Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, dalam pernyataan resmi Kamis (18/9/2025) menyatakan bahwa pihaknya telah menerapkan mekanisme pengawasan berlapis, termasuk penerbitan NSPK dan pelatihan rutin untuk penjamah makanan.

“Pelatihan rutin diberikan kepada penjamah makanan agar prinsip keamanan pangan selalu diterapkan sesuai standar,” jelas Dadan.

Ia menambahkan bahwa BGN juga memperkuat kerja sama dengan pemerintah daerah dalam penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan dan melakukan pemantauan rutin ke setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Pemantauan dan pengawasan dilakukan secara rutin untuk memastikan MBG berjalan sesuai protokol dan tidak menimbulkan keracunan massal,” tambahnya.

Meski demikian, hingga berita ini diturunkan, BGN belum merilis data hasil evaluasi internal maupun sanksi bagi pihak yang lalai, sehingga masyarakat menilai respons pemerintah masih kurang transparan.

Menurut JPPI, kegagalan tata kelola ini tidak hanya berdampak pada kesehatan anak, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap program pemerintah.

Pakar hukum administrasi negara, Prof. Denny Kurniawan, menekankan bahwa penutupan informasi oleh pejabat bisa menjadi pelanggaran hukum dan menambah tanggung jawab pemerintah atas korban.

“Jika pejabat daerah sengaja menutupi kasus, hal itu melanggar UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan bisa berimplikasi pada tindak pidana korupsi,” jelas Denny.

Situasi ini menunjukkan bahwa tanpa evaluasi menyeluruh, MBG berisiko menimbulkan tragedi berulang dan merusak reputasi program yang seharusnya membantu anak-anak.

Aktivis pendidikan menuntut agar Presiden Prabowo memastikan tata kelola MBG transparan, bertanggung jawab, dan menempatkan keselamatan anak di atas target program atau kepentingan politik.

Pewarta : M.Nan

Iklan
Iklan
Iklan