Iklan

Kronologi 3 Hari Mencekam: 1.171 Pelajar Bandung Barat Keracunan Makan Bergizi Gratis

Iklan

SUARAMALANG.COM, Bandung –  Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Bandung Barat menjadi pusat perhatian nasional setelah 1.171 pelajar terkapar akibat keracunan massal dalam tiga hari berturut-turut.

Tragedi ini terjadi di sejumlah kecamatan, dengan korban berasal dari berbagai sekolah dasar dan menengah.

Iklan

Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada Selasa, 23 September 2025, untuk mempercepat penanganan korban dan investigasi dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Kita sudah menetapkan statusnya KLB supaya penanganannya lebih cepat dan menyeluruh,” kata Jeje kepada wartawan di Bandung Barat.

Senin, 22 September 2025 menjadi hari pertama munculnya laporan keracunan massal di Kecamatan Cipongkor.

Awalnya hanya puluhan siswa yang terkapar, namun jumlah korban meningkat menjadi 475 pelajar setelah penyelidikan menunjukkan sumber keracunan berasal dari SPPG Kampung Cipari, Desa Cijambu.

Pada Selasa, 23 September 2025, Pemkab Bandung Barat melakukan evaluasi terhadap 85 dapur SPPG yang memasok menu MBG dan menetapkan status KLB untuk mengkoordinasikan penanganan korban.

Rabu, 24 September 2025, insiden keracunan terjadi kembali di Kecamatan Cipongkor dengan lebih dari 500 korban dari SPPG Kampung Pasirsaji, Desa Neglasari, sementara di Kecamatan Cihampelas, 60 siswa SMK 1 Cihampelas dilaporkan keracunan setelah menyantap paket MBG.

Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut kesalahan teknis di dapur SPPG menjadi faktor utama, termasuk memasak terlalu awal sehingga makanan tersimpan terlalu lama sebelum didistribusikan ke sekolah.

Gejala yang dialami korban cukup tidak lazim, meliputi sesak napas, pusing, mual, dan sakit perut, sedangkan gejala diare, yang biasanya muncul pada kasus keracunan makanan, jarang terjadi.

Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotima, mencatat jumlah korban dari Senin hingga Rabu mencapai 1.171 pelajar, dan sebagian masih menjalani perawatan di GOR Cipongkor, Puskesmas Citalem, dan RSUD Cililin.

Menu MBG yang diduga menyebabkan keracunan antara lain ayam kecap, tahu goreng, sayuran, dan buah-buahan, yang dimasak dan dikemas oleh dapur SPPG.

Orang tua korban mendesak agar program MBG dihentikan sementara dan mengusulkan skema alternatif berupa bantuan tunai agar mereka bisa memasak sendiri untuk anak-anaknya.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menegaskan kondisi ini cukup serius untuk dikaji sebagai bencana nasional non-alam, karena melibatkan korban yang besar dan dampak sosial yang signifikan.

“Kondisi yang tak normal ini mestinya pemerintah harus menetapkan sebagai KLB dan program dihentikan sementara untuk evaluasi menyeluruh,” kata Ubaid pada 21 September 2025.

Hingga Kamis sore, ratusan korban masih berada di posko kesehatan, sementara pihak Pemkab dan BGN melakukan pengambilan sampel makanan dan muntahan untuk analisis laboratorium.

Tragedi keracunan massal ini memicu pertanyaan publik tentang pengawasan kualitas, standar keamanan makanan, dan kesiapan pemerintah dalam menangani program MBG, yang selama ini menjadi program unggulan nasional.

Jika penanganan dan evaluasi tidak segera dilakukan, ribuan pelajar berpotensi menjadi korban tambahan, dan kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah akan semakin terkikis.

Pewarta : M.Nun

Iklan
Iklan
Iklan