SUARAMALANG.COM, Surabaya-Mengantasipasi perkembangan permasalahan sosial yang semakin kompleks, dan menjawab harapan Presiden agar masalah sosial tidak sekedar terdata, tertangani, tapi harus terselesaikan. Ada 26 permasalahan sosial yang harus diatasi baik yang konvensional semisal kemisikinan, keterlantaran, ketunaaan, dan yang kontemporer semisal narkotika, HIV/AIDS, tindak pidana perdagangan orang, bencana, eksploitasi, diskriminasi.
Hal itu yang mendasari digelarnya penguatan kapasitas sumber daya manusia pendamping. Setiap permasalahan sosial punya sifat, karakteristik yang berbeda dan tentunya berpengaruh dalam teknik dan cara penanganannya.
Para pendamping ini asalnya adalah tenaga kemasyarakaratan, yang direkrut oleh kementerian sosial menjadi pendamping. Atas kebijakan pemerintah, para pendamping ini saat ini telah dikukuhkan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Para pendamping ini secara operasional berada dibawah kendali Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Bencana dan Kedaruratan (RSKBK). Jumlah pendamping ini secara keseluruhan berjumlah 635 orang yang berasal dari 38 provinsi.
Direktur RSKBK, Rachmat Koesnadi mengatakan, kegiatan penguatan kapasitas SDM Pendamping berlangsung di kota Surabaya, selama 3 hari, 20- 22 November 2025, sudah menjadi bagian dari organisasi Kementerian Sosial. Artinya mereka terikat oleh aturan aturan kepegawian, dan Standard Operating Procedure (SOP) dalam melaksanakan kerja dan hasil kerjanya.
Kehadiran, aktifitas kegiatan, target ukuran hasil kegiatan sudah melekat sebagaimana yang berlaku di Aparatur Sipil Negara (ASN).
Lebih lanjut Rachmat mengatakan dalam peningkatan kapasitas SDM pendamping ini juga, dilibatkan nara sumber, yang memberikan pengetahuan tentang manajemen rehabilitasi sosial, manajemen alur kerja yang mengacu pada keilmuan pekerjaan sosial, manajemen teknologi komunikasi.
Hal ini dimaksudkan agar para pendamping punya kepastian dalam melaksanakan pekerjaannya, sesuai dengan tahap tahap dan langkah langkah penangan, sehingga bisa direncana, dihitung, dilihat, dan dipertanggung jawabkan. Demikian ditambahkan oleh Isye selaku pelaksana kegiatan ini.
Peningkatan kapasitas SDM Pendamping ini mengikutsertakan para pendamping dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah.
Pada gilirannya nanti, Rachmat menambahkan bila kegiatan peningkatan kapasitas SDM Pendamping akan dilakukan di provinsi lainnya, dengan dukungan anggaran yang memadai. Sehingga seluruh rangkaian kegiatan, tugas dan fungsi para pendamping satu standar, mengacu pada Standar Nasional Indonesia dalam mendata, menangani, dan menyelesaikan permasalahan sosial.
Rudi salah seorang pendamping dari Banyuwangi Jawa Timur, mengaku senang dengan kegiatan ini selain rasa bangga ada pengakuan tetap tentang status kepegawaiannya.
” Saya akan tenang dan yakin dalam bekerja karena ada standar yang terukur mulai dati memahami dan mengetahui tentang masalah sosial yang kelak akan ditangani, membuat rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, sampai pada terminasi dan teryakini masalah sosial itu terselesaikan secara penuh, “katanya.
Pewarta: *Riyanto





















