SUARAMALANG.COM, Kabupaten Malang– Museum Singhasari selalu menjadi lokasi utama pelaksanaan Terasaintek: Museum Capture, sebuah program edukasi budaya yang digagas oleh Direktorat Jenderal Sains dan Teknologi bersama tim peneliti dari Universitas Brawijaya.
Dari sekitar 340 museum yang telah diteliti di Jawa dan Bali, Museum Singhasari dipilih sebagai tempat penyelenggaraan karena memiliki keterkaitan kuat dengan riset mengenai sejarah Kerajaan Tumapel dan Singhasari.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengajak masyarakat melihat ulang bagaimana museum menarasikan sejarah.Tim Terasaintek menilai bahwa banyak museum masih menggunakan perspektif kolonial dalam menceritakan perjalanan bangsa.
Program ini dihadirkan untuk membantu membongkar pola narasi kolonial tersebut dan membuka ruang interpretasi baru yang lebih inklusif serta dekat dengan identitas budaya lokal.
Ketua proyek Terasaintek, I Wayan Suyadnya, menyatakan kegiatan ini menghadirkan cara bercerita yang lebih relevan dan tidak terpaku pada gambaran-gambaran kolonial lama.
Ia mencontohkan bagaimana tokoh seperti Ken Dedes selama ini divisualisasikan secara ideal ala standar kolonial, padahal masyarakat lokal memiliki keragaman karakter dan penampilan yang justru menjadi kekuatan identitas budaya.
“Museum Singhasari sendiri dinilai memiliki potensi besar dalam mendukung tujuan tersebut. Sebagai museum yang memuat narasi lengkap mengenai Kerajaan Singhasari, pengunjung dapat mempelajari asal-usul Tumapel, kisah Ken Arok dan Ken Dedes, hingga perkembangan politik dan budaya masa kejayaan kerajaan.Koleksi, diorama, serta materi visual yang ditampilkan membuat proses belajar sejarah menjadi lebih runtut dan mudah dipahami, ” kata Wayan.
Kegiatan yang berlangsung hari ini juga menjadi momentum penting bagi kampanye Public Relations yang saat ini sedang dijalankan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang dalam rangka Praktikum PR 2. Dengan mengusung campaign “Unveiling the Unexpected” dan big idea “Singhasari Hits Different Story”, mahasiswa menonjolkan Museum Singhasari sebagai museum yang mampu memberikan pengalaman berbeda dari museum-museum lainnya.
Program terasaintek yang diselenggarakan pada 11 Desember memperkuat pesan tersebut secara nyata: museum tidak hanya menjadi ruang penyimpanan artefak sejarah, namun juga wadah rekonstruksi cerita, ruang interpretasi bebas, serta tempat yang adaptif terhadap teknologi dan pendekatan visual.
Melalui kegiatan ini, gagasan bila Museum Singhasari mampu menghadirkan pengalaman yang “unexpected” tidak hanya sekadar klaim, melainkan terbukti langsung melalui pengalaman para peserta.
Selain workshop dan diskusi, tim Terasaintek turut memperkenalkan Museum Mustaka, yaitu museum simulasi pengetahuan yang dirancang sebagai jembatan bagi masyarakat sebelum berkunjung ke museum konvensional.
Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan rasa penasaran dan minat generasi muda terhadap warisan budaya Singhasari sekaligus memperkaya pengalaman belajar di Museum Singhasari.
Kegiatan berlangsung dengan suasana yang dinamis. Peserta terlihat antusias mengikuti penjelasan, terutama ketika teknologi visual digunakan untuk memperbarui metode storytelling. Pendekatan ini terbukti mampu membuat sejarah terasa lebih hidup dan dekat dengan berbagai kalangan pengunjung, mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang yang hadir dalam kegiatan ini turut melakukan peliputan sebagai bagian dari proses pembelajaran praktikum PR 2 di Museum Singhasari.
Kehadiran mereka tidak hanya menjalankan tugas akademik, tetapi juga berperan dalam mengamati bagaimana kegiatan ini selaras dan memperkuat kampanye komunikasi yang sedang mereka jalankan untuk Museum Singhasari.
Pewarta: *Weka





















