Suaramalang – Pakar kecerdasan buatan dan eksekutif industri menandatangani surat terbuka yang menyerukan peraturan lebih lanjut mengenai pembuatan deepfake, dengan alasan potensi risiko bagi masyarakat.
Menurut kelompok tersebut, deepfake sering kali melibatkan gambar seksual, penipuan, atau distorsi politik.
“Seiring kemajuan AI yang pesat dan pembuatan deepfake lebih mudah, diperlukan perlindungan,” kata mereka dalam surat yang ditulis Andrew Critch, peneliti AI di UC Berkeley, dikutip Reuters, Jumat (23/2/2024).
Deepfake adalah gambar, audio, dan video buatan manusia yang realistis, tetapi dibuat dengan algoritme AI, dan kemajuan teknologi terkini membuat video tersebut semakin sulit dibedakan dengan konten buatan manusia.
Surat yang bertajuk “Mengganggu Rantai Pasokan Deepfake” tersebut memberikan rekomendasi tentang cara mengendalikan deepfake, termasuk deepfake kriminal dalam pornografi anak, hukuman pidana bagi siapa pun yang dengan sengaja menciptakan atau memfasilitasi penyebaran deepfake yang berbahaya.
Petisi tersebut juga mengharuskan perusahaan AI untuk mencegah produk mereka menghasilkan deepfake yang berbahaya.
Hingga Rabu (21/2) lebih dari 400 orang dari berbagai industri termasuk akademisi, hiburan, dan politik telah menandatangani surat tersebut.
Penandatangannya termasuk Steven Pinker, seorang profesor psikologi Harvard, dua mantan presiden Estonia, peneliti di Google, DeepMind, dan seorang peneliti dari OpenAI.
Mewajibkan sistem AI agar tidak merugikan masyarakat telah menjadi prioritas regulator sejak Microsoft dan OpenAI meluncurkan ChatGPT pada akhir tahun 2022, dengan melibatkan mereka dalam percakapan seperti manusia dan melakukan tugas lainnya.
Ada banyak peringatan dari tokoh-tokoh terkemuka mengenai risiko AI, terutama surat yang ditandatangani oleh Elon Musk tahun lalu yang menyerukan penghentian enam bulan dalam pengembangan sistem yang lebih kuat daripada model AI GPT-4 OpenAI.