Di Balik Isu Panas Pergantian Kapolri Listyo Sigit, 4 Jenderal Muncul di Bursa Calon Kapolri.

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Isu pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terus memanas setelah gelombang demonstrasi besar yang berujung ricuh di beberapa daerah pada akhir Agustus 2025, meski pihak Istana dan DPR RI sama-sama menegaskan hingga kini belum ada Surat Presiden (Surpres) yang diajukan terkait pergantian pimpinan Polri tersebut.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi membantah tegas rumor yang menyebut Presiden Prabowo Subianto telah mengirimkan Surpres ke DPR untuk mengganti Kapolri, dengan menyatakan bahwa hingga saat ini kabar tersebut tidak benar dan belum ada langkah resmi yang dilakukan pemerintah.

“Jadi, terkait isu surpres pergantian Kapolri ke DPR, saya pastikan hal itu tidak benar,” kata Prasetyo di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (13/9/2025).

Bantahan serupa disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang menegaskan bahwa lembaganya belum menerima surat resmi dari presiden, sehingga informasi pergantian Kapolri yang beredar di publik masih sebatas spekulasi.

“Sejauh ini belum ada surpres terkait pergantian Kapolri yang masuk ke DPR,” tegas Dasco, Jumat (12/9/2025).

Isu ini berkembang liar setelah beredarnya kabar bahwa sejumlah nama jenderal bintang tiga tengah dipertimbangkan sebagai calon pengganti Jenderal Listyo Sigit Prabowo, di antaranya Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo, Kepala BNN Komjen Suyudi Ario Seto, Kabareskrim Komjen Syahardiantono, dan Komjen Rudy Heriyanto yang kini menjabat Sekjen di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, menegaskan bahwa mekanisme pengangkatan maupun pemberhentian Kapolri diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yakni merupakan hak prerogatif presiden yang harus mendapatkan persetujuan DPR.

“Hingga kini pimpinan DPR belum menerima surat dari Presiden yang berkaitan dengan pergantian Kapolri,” jelas Nasir, Jumat (12/9/2025).

“Namun, kalaupun nanti ada surat itu, tentu saja hal tersebut merupakan kewenangan presiden,” ucapnya.

Nasir juga merespons kabar yang beredar mengenai inisial nama calon Kapolri yang ramai diperbincangkan publik, namun menurutnya DPR belum mendapatkan validasi resmi terkait hal tersebut.

“Apalagi soal nama-nama yang beredar, katanya ada inisial D, ada juga inisial S, kita sendiri belum tahu siapa yang dimaksud,” ujarnya.

“Oleh karena itu, intinya sampai saat ini kami belum memperoleh validasi resmi terkait isu tersebut, namun sekali lagi itu menjadi hak prerogatif presiden,” tegas Nasir.

Di tengah derasnya spekulasi, salah satu nama yang disebut sebagai calon kuat, yakni Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Suyudi Ario Seto, akhirnya buka suara dan membantah kabar dirinya sedang dipersiapkan untuk menggantikan Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

“Jadi, saya tegaskan pada kesempatan ini bahwa isu tersebut tidak benar, karena saat ini saya sedang fokus menjalankan tugas di BNN,” ucap Suyudi di Kantor BNN, Senin (15/9/2025).

“Sekali lagi saya mohon dukungan masyarakat, dan saya tegaskan kembali bahwa berita tersebut tidak benar,” tuturnya.

Di sisi lain, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai isu pergantian Kapolri seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi politik, melainkan juga dari urgensi reformasi struktural dalam tubuh Polri yang selama ini dinilai belum menyentuh akar masalah.

“Menurut saya, jika pembentukan Tim Reformasi Polri hanya dimaksudkan untuk mempercepat pergantian Kapolri tanpa menyentuh permasalahan mendasar dalam tubuh Polri, maka itu tidak lebih dari sekadar angin surga,” jelas Bambang kepada wartawan, Jumat (12/9/2025).

“Karena itu, jika benar-benar ingin memperbaiki institusi Polri, harus ada langkah yang lebih substansial dan mendasar,” tegasnya.

“Yaitu, dimulai dengan mengubah struktur dan sistem tata kelola kepolisian melalui revisi Undang-Undang Polri,” pungkas Bambang.

Isu pergantian Kapolri mencuat setelah aksi demonstrasi besar yang terjadi di sejumlah kota, termasuk Jakarta, Surabaya, dan Makassar, pada 30 Agustus 2025, diwarnai bentrok antara aparat kepolisian dan massa, yang memicu kritik keras dari berbagai kalangan terkait tindakan represif yang dilakukan aparat di lapangan.

Dalam konteks hukum, proses penggantian Kapolri harus melalui tahapan konstitusional sesuai Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, yang mengatur bahwa Presiden memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan Kapolri dengan persetujuan DPR, sehingga setiap rumor atau kabar liar di luar mekanisme tersebut tidak memiliki kekuatan hukum.

Hingga berita ini diturunkan, Presiden Prabowo Subianto belum memberikan pernyataan resmi, dan publik masih menunggu sikap politik pemerintah mengenai masa depan kepemimpinan Polri di tengah sorotan tajam terhadap kinerja aparat pasca-kericuhan demonstrasi akhir Agustus lalu.

Pewarta : M.Nur

Exit mobile version