Dokter Operasi Diri Sendiri? 52 Perwira di Tim Reformasi Polri, Tumpang Tindih dengan Tim Presiden!

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi membentuk Tim Transformasi dan Reformasi Polri yang beranggotakan 52 perwira tinggi dan perwira menengah Polri.

Pembentukan tim ini tertuang dalam Surat Perintah Nomor Sprin/2749/IX/TUK.2.1/2025 yang ditandatangani pada 17 September 2025.

Dalam struktur tim tersebut, Kapolri bertindak sebagai pelindung, Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo sebagai penasihat, dan Kalemdiklat Polri Komjen Chryshnanda Dwilaksana ditunjuk sebagai ketua tim.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan, pembentukan tim ini merupakan langkah responsif dan akuntabel Polri dalam mempercepat reformasi internal.

Menurut Trunoyudo, tim ini melibatkan seluruh satuan kerja dan wilayah Polri dengan mengacu pada visi strategis Polri 2025-2045.

Ia menyebut tim tersebut dibentuk untuk menjawab tuntutan publik dan bekerja sama dengan pemerintah serta pemangku kepentingan melalui pendekatan sistematis.

Namun, langkah Kapolri ini memicu kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk Institute for Security and Strategic Studies (ISESS).

Pengamat ISESS Bambang Rukminto menilai pembentukan tim internal berpotensi tumpang tindih dengan Komite Reformasi Polri yang tengah disiapkan Presiden Prabowo Subianto.

Bambang mengibaratkan tim internal ini seperti dokter yang mengoperasi dirinya sendiri.

Menurutnya, mustahil Polri bisa memetakan penyakit internalnya tanpa adanya pengawasan eksternal yang independen.

“Problem reformasi Polri tak mungkin diselesaikan Polri sendiri. Makanya butuh goodwill maupun political will dari pemerintah, terutama Presiden,” ujarnya saat dihubungi Selasa (23/9/2025).

Bambang memperingatkan bahwa subjektivitas, bias kepentingan, dan resistensi kelompok pro status quo di internal Polri akan menghambat upaya reformasi yang sejati.

Ia juga menyoroti risiko ketidaksinkronan antara rekomendasi tim internal Polri dan Komite Reformasi yang dibentuk Presiden.

Menurut Bambang, jika dua tim ini bekerja tanpa koordinasi jelas, publik bisa menganggap Polri membentuk tim tandingan untuk mengalihkan desakan reformasi.

Dalam konteks hukum, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan Presiden memiliki kewenangan penuh dalam pembinaan dan pengawasan Polri.

Pembentukan badan reformasi di luar struktur Polri dapat dilakukan melalui Keputusan Presiden, sebagaimana yang berlaku untuk Kompolnas.

Publik kini menunggu langkah Presiden Prabowo dalam meresmikan Komite Reformasi Polri yang disebut-sebut akan melibatkan tokoh independen dan pakar keamanan.

Jika koordinasi tidak tercapai, reformasi Polri dikhawatirkan hanya menjadi agenda simbolis tanpa perubahan nyata.

Pewarta : M.Nan

Exit mobile version