Iklan

Hukum Menjerat? 5.360 Anak Keracunan MBG, JPPI Tuntut Presiden dan BGN Bertanggung Jawab

Iklan

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Kasus keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) Presiden RI Prabowo Subianto sejak 6 Januari 2025 memunculkan pertanyaan serius tentang pertanggungjawaban hukum pemerintah.

Menurut data JPPI hingga September 2025, lebih dari 5.360 anak mengalami keracunan, dan banyak kasus diduga ditutupi oleh sekolah dan pemerintah daerah untuk menghindari sorotan publik.

Iklan

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menegaskan bahwa tragedi ini bukan sekadar insiden teknis, melainkan bukti kegagalan tata kelola yang sistemik.

“Jika ribuan anak terdampak di berbagai wilayah, ini jelas kesalahan sistemik yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum,” ujar Ubaid pada Jumat (19/9/2025).

Pakar hukum administrasi negara, Prof. Denny Kurniawan, menilai kasus ini bisa masuk ranah pidana karena adanya kelalaian pejabat negara yang menyebabkan kerugian fisik dan ancaman nyawa.

“Berdasarkan Pasal 359 KUHP, setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka berat atau meninggal dunia dapat dipidana penjara maksimal lima tahun atau kurungan satu tahun,” jelas Denny.

Ia juga menambahkan bahwa penutupan informasi oleh pejabat daerah dapat melanggar UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan berpotensi menjadi tindak pidana korupsi jika berkaitan dengan pengelolaan anggaran MBG.

Dalam laporan lapangan, sejumlah anak dirawat intensif di rumah sakit akibat keracunan makanan MBG, yang menimbulkan ancaman nyata terhadap nyawa mereka.

JPPI menyerukan agar Presiden Prabowo dan BGN segera menghentikan sementara program MBG, melakukan evaluasi menyeluruh, dan menempatkan keselamatan anak di atas ambisi politik.

“Presiden harus bertanggung jawab. Jangan jadikan anak-anak sebagai kelinci percobaan kebijakan. Evaluasi total harus dilakukan segera,” tegas Ubaid.

Data dari INDEF pada 4 September 2025 menunjukkan bahwa lebih dari 4.000 anak menjadi korban keracunan selama delapan bulan pertama program, yang menegaskan kegagalan pengawasan pemerintah.

Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM INDEF, Izzudin Al Farras, mengatakan angka tersebut membuktikan lemahnya pengawasan, sehingga program yang seharusnya melindungi anak-anak justru membahayakan mereka.

Hingga saat ini, pemerintah melalui BGN mengaku melakukan pengawasan rutin dan pelatihan penjamah makanan, namun belum ada transparansi hasil evaluasi internal maupun penegakan hukum terhadap pihak yang lalai.

Tragedi MBG menimbulkan tekanan publik agar pemerintah segera bertindak, karena anak-anak menjadi korban akibat kebijakan yang tidak diawasi dengan baik.

JPPI menekankan bahwa tanpa tindakan hukum yang tegas, negara mengabaikan keselamatan warganya sendiri dan membiarkan potensi tragedi serupa terulang di masa depan.

Pewarta : M.Nan

Iklan
Iklan
Iklan