SUARAMALANG.COM, Kabupaten Malang – Polisi mengungkap fakta baru dalam kasus perusakan pos polisi dan kantor Polsek Pakisaji yang terjadi pada Minggu, 31 Agustus 2025, di Kabupaten Malang.
Investigasi digital yang dilakukan Satreskrim Polres Malang menemukan adanya percakapan provokatif di sebuah grup WhatsApp yang menjadi pemicu aksi anarkis tersebut.
Kapolres Malang, AKBP Danang Setiyo PS, menjelaskan aksi perusakan ini berawal dari penyebaran poster bertuliskan “Teknis Lapangan Aliansi Malang Melawan” yang beredar di media sosial pada hari kejadian.
Salah satu tersangka, FSB, 20 tahun, warga Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, diketahui sebagai pihak pertama yang menyebarkan poster tersebut ke sebuah grup percakapan WhatsApp.
Percakapan di grup itu kemudian berkembang menjadi ajakan untuk melakukan perusakan terhadap fasilitas kepolisian.
“Tersangka FSB membagikan poster tersebut, kemudian ditanggapi tersangka RAA dengan pesan ‘Pos polisi ae’. Selanjutnya FSB membalas dengan ajakan yang lebih provokatif, ‘Ayoo sing bagian kabupaten dipecahi kabeh,’” ungkap Danang dalam konferensi pers di Mapolres Malang, Senin, 22 September 2025.
Berdasarkan penyelidikan digital forensik, percakapan ini berlangsung hanya beberapa jam sebelum aksi perusakan terjadi.
Setelah percakapan tersebut, para pelaku mulai berkumpul di Kota Malang sebelum bergerak secara konvoi menuju wilayah Kabupaten Malang dengan menggunakan sepeda motor.
Sekitar pukul 03.00 WIB, konvoi tiba di Pos Polisi Kebonagung dan melakukan pelemparan batu serta perusakan fasilitas negara.
Aksi berlanjut ke Kantor Polsek Pakisaji pada pukul 03.15 WIB, di mana pelaku merusak kaca dan pintu kantor polisi.
Dalam peristiwa itu, seorang pelaku bernama SDA berhasil ditangkap petugas piket, sementara pelaku lainnya melarikan diri menuju Kecamatan Kepanjen.
Di sepanjang perjalanan, mereka kembali melakukan perusakan di Pos Pantau Simpang Empat Kepanjen dan Pos Laka 12.50 Satlantas di Jalan Sumedang, Kelurahan Cepokomulyo.
Kasatreskrim Polres Malang, AKP Muchammad Nur, menyebutkan bahwa peran masing-masing pelaku berhasil dipetakan berkat analisis data ponsel dan rekaman percakapan yang disita sebagai barang bukti.
“Digital forensik menjadi kunci untuk mengungkap siapa yang berperan sebagai provokator, siapa yang melakukan perusakan, dan siapa yang menyebarkan pesan ajakan. Semua ini dituangkan dalam berita acara pemeriksaan,” kata Nur.
Dalam proses penyelidikan, polisi juga menyita sejumlah ponsel yang digunakan untuk menyebarkan pesan provokatif dan mengoordinasikan pergerakan massa.
Selain ponsel, sepeda motor yang dipakai saat konvoi serta batu paving yang digunakan untuk merusak pos polisi juga diamankan sebagai barang bukti.
Kapolres Danang menegaskan bahwa perusakan yang terjadi merupakan dampak nyata dari provokasi yang tersebar di ruang digital, khususnya media sosial.
“Motif perusakan yang dilakukan mereka ini karena terprovokasi situasi yang berkembang di media sosial. Ini menjadi contoh betapa berbahayanya penyalahgunaan teknologi jika digunakan untuk memicu kekacauan,” tegas Danang.
Polisi menjerat para tersangka dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap barang dan orang secara bersama-sama, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan fasilitas negara.
Selain itu, pelaku yang terlibat dalam penyebaran konten provokatif dijerat dengan Pasal 45A ayat (1) dan (2) juncto Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ancaman pidana bagi para tersangka maksimal tujuh tahun penjara, ditambah denda hingga Rp1 miliar untuk pelanggaran terkait UU ITE.
“Penanganan kasus ini kami lakukan secara profesional dan transparan. Kami juga berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan proses hukum, khususnya bagi enam tersangka anak, sesuai dengan aturan peradilan pidana anak,” tambah Nur.
Polres Malang memastikan investigasi akan terus dilanjutkan untuk menelusuri kemungkinan adanya aktor lain yang mengatur percakapan dan provokasi di balik layar.
“Kami tidak berhenti di sini. Jejak digital ini masih kami dalami untuk memastikan tidak ada pihak yang mengendalikan aksi ini dari luar,” pungkas Danang.
Berikut nama-nama tersangka beserta usia, profesi, dan wilayah tempat tinggal mereka:
SDA (22) – Swasta/Kernet, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang
MAF (19) – Karyawan swasta, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan
TF (19) – Karyawan swasta, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan
MRA (19) – Karyawan swasta, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar
RJA (18) – Kuli Batu, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang
MAW (18) – Pelajar SMK, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
ADS (18) – Tidak bekerja, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
RAA (20) – Swasta, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang
SAP (21) – Swasta, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
RP (20) – Swasta, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
MM (20) – Swasta, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang
FSB (20) – Swasta, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang
FFH (19) – Swasta, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang
GP (24) – Swasta, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang
IC (22) – Swasta, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
Enam tersangka yang masih berstatus anak:
ME (16) – Pelajar SMK, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
MH (15) – Pelajar SMK, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
MAS (17) – Pelajar SMK, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
FPA (16) – Tidak sekolah, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
NIK (15) – Pelajar SMK, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
AJS (16) – Pelajar SMK, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang
Pewarta : M.Nan