SUARAMALANG.COM, Jakarta – Maraknya kasus perundungan yang menelan korban jiwa membuat berbagai pihak menilai bahwa pencegahan kekerasan di sekolah harus diperkuat secara sistemik, bukan hanya reaktif setelah peristiwa terjadi.
KPAI menyoroti bahwa mitigasi sering kali baru dijalankan ketika kasus sudah pecah sehingga korban yang seharusnya dapat diselamatkan justru terjebak dalam kondisi mental yang semakin parah.
Rekomendasi utama dari KPAI adalah memperkuat Satuan Tugas Pencegahan Kekerasan di tingkat daerah hingga ke satuan pendidikan yang selama ini belum berjalan optimal.
Satgas yang kuat diharapkan mampu melakukan pemantauan berkala, membaca tanda-tanda awal perundungan, serta memberikan ruang aman bagi siswa untuk berbicara sebelum masalah berkembang menjadi kekerasan.
KPAI menilai bahwa satgas yang responsif dapat menjadi garda depan dalam mengurangi insiden kekerasan, terutama di sekolah yang seringkali menjadi pusat interaksi emosional anak.
Situasi ini mendapat perhatian langsung dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang turut hadir dalam rapat koordinasi bersama KPAI.
Inspektur I Inspektorat Jenderal Kemendikdasmen, Subiyantoro, menyampaikan bahwa pemerintah melihat perlunya pembenahan regulasi agar proses penanganan kekerasan di sekolah dapat berjalan lebih cepat dan lebih jelas.
Ia menjelaskan bahwa terlalu banyak aturan yang tumpang tindih membuat implementasi penanganan kerap terhambat di lapangan.
“Saat ini kami sedang merencanakan untuk melakukan evaluasi dan penyediaan peraturan yang mungkin jauh lebih efektif, dan lebih implementatif,” kata Subiyantoro.
Kemendikdasmen berkomitmen menyusun payung regulasi baru yang lebih ringkas sehingga sekolah memiliki panduan langsung, cepat, dan terpadu dalam merespons kasus kekerasan.
Selain itu, kementerian juga menyiapkan langkah penguatan kapasitas guru agar mereka tidak hanya mengajar tetapi juga mampu memberikan bimbingan konseling kepada siswa.
Kemendikdasmen menilai bahwa beban layanan konseling tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada guru BK karena banyak siswa justru lebih nyaman bercerita kepada guru lain yang mereka percayai.
Pada titik ini, setiap guru harus dapat menjadi figur yang mampu menangkap perubahan emosi dan perilaku siswa di kelas.
Model pendampingan semacam ini diharapkan dapat membantu mengungkap kasus sejak dini, terutama pada anak-anak yang tidak berani melapor atau tidak memiliki keberanian untuk mencari bantuan.
Kementerian juga menekankan pentingnya membangun budaya sekolah yang ramah anak dengan menempatkan kesehatan mental sebagai prioritas.
Upaya preventif ini menjadi kunci penting karena berbagai data menunjukkan bahwa banyak anak yang mengalami perundungan berada dalam kondisi tertekan dalam waktu lama sebelum akhirnya mengambil tindakan ekstrem.
Langkah-langkah penguatan satgas, penyederhanaan regulasi, dan optimalisasi bimbingan konseling menjadi tonggak baru dalam membangun sistem perlindungan anak yang komprehensif.
Upaya ini tidak hanya bertujuan melindungi siswa dari kekerasan, tetapi juga menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih manusiawi, lebih responsif, dan lebih aman bagi masa depan mereka.
