SUARAMALANG.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jatim tahun anggaran 2019–2022.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim, Mohammad Yasin (MY), dipanggil oleh penyidik KPK untuk dimintai keterangan pada Kamis (9/10/2025).
Pemanggilan Yasin dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, sebagai bagian dari pendalaman penyidikan aliran dan mekanisme penyaluran dana hibah yang disebut telah diselewengkan melalui jaringan politikus dan pihak swasta.
“Pemeriksaan dilakukan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jatim tahun anggaran 2021–2022,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Kamis (9/10/2025).
Meski belum merinci materi pemeriksaan, Budi memastikan kehadiran M. Yasin penting untuk memperjelas proses perencanaan dan penganggaran hibah di tingkat provinsi, yang selama ini berada di bawah koordinasi Bappeda.
Pemeriksaan ini menambah daftar panjang pejabat yang telah dipanggil maupun diperiksa oleh KPK dalam kasus besar yang menyeret banyak nama, termasuk mantan pimpinan DPRD Jawa Timur.
Dalam pengumuman resmi pada 2 Oktober 2025, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkap bahwa terdapat 21 orang tersangka dalam perkara ini.
Dari jumlah tersebut, empat di antaranya berstatus sebagai penerima suap, yaitu:
-
Kusnadi (KUS), mantan Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024.
-
Anwar Sadad (AS), Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024.
-
Achmad Iskandar (AI), Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024.
-
Bagus Wahyudiono (BGS), staf dari Anwar Sadad.
Sementara 17 tersangka lain merupakan pihak pemberi suap, yang terdiri dari unsur anggota DPRD, kepala desa, dan pihak swasta, antara lain:
-
Mahfud (MHD) – anggota DPRD Jatim 2019–2024
-
Fauzan Adima (FA) – Wakil Ketua DPRD Sampang 2019–2024
-
Jon Junaidi (JJ) – Wakil Ketua DPRD Probolinggo 2019–2024
-
Ahmad Heriyadi (AH) – pihak swasta, Sampang
-
Ahmad Affandy (AA) – pihak swasta, Sampang
-
Abdul Motollib (AM) – pihak swasta, Sampang
-
Moch. Mahrus (MM) – pihak swasta Probolinggo / anggota DPRD Jatim 2024–2029
-
A. Royan (AR) – pihak swasta, Tulungagung
-
Wawan Kristiawan (WK) – pihak swasta, Tulungagung
-
Sukar (SUK) – mantan Kepala Desa, Tulungagung
-
Ra Wahid Ruslan (RWR) – pihak swasta, Bangkalan
-
Mashudi (MS) – pihak swasta, Bangkalan
-
M. Fathullah (MF) – pihak swasta, Pasuruan
-
Achmad Yahya (AY) – pihak swasta, Pasuruan
-
Ahmad Jailani (AJ) – pihak swasta, Sumenep
-
Hasanuddin (HAS) – pihak swasta Gresik / anggota DPRD Jatim 2024–2029
-
Jodi Pradana Putra (JPP) – pihak swasta, Blitar.
KPK menegaskan, penetapan para tersangka didasarkan pada alat bukti yang cukup, hasil pemeriksaan dokumen keuangan, dan keterangan saksi-saksi yang menguatkan dugaan adanya praktik jual beli “jatah hibah” antar-anggota legislatif dan eksekutif.
Asep Guntur menjelaskan, aliran dana hibah tersebut tidak sepenuhnya sampai ke kelompok masyarakat penerima, melainkan sebagian besar digunakan sebagai komisi atau “fee” politik bagi pihak-pihak yang mengatur penyaluran dana tersebut.
“Tersangka yang berperan sebagai penerima diduga menerima commitment fee dalam persentase tertentu dari total dana hibah yang dikelola,” ujar Asep.
Dalam beberapa kasus, lanjut Asep, kualitas proyek fisik yang dibiayai dana hibah menurun karena anggaran yang tersisa untuk pelaksanaan hanya sekitar 40 persen dari nilai awal.
KPK menyebut pemanggilan sejumlah pejabat, termasuk M. Yasin dari Bappeda, dilakukan untuk menelusuri peran lembaga perencana daerah dalam menyusun alokasi anggaran hibah serta kemungkinan adanya intervensi politik di tahap perencanaan.
Kasus dana hibah Jatim ini pertama kali mencuat dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak, pada Desember 2022.
Dari OTT itulah, penyidik KPK menemukan pola dugaan korupsi sistematis yang melibatkan puluhan pihak lintas jabatan dan periode pemerintahan.
Publik kini menanti langkah lanjutan KPK terhadap pejabat-pejabat aktif di lingkungan Pemprov Jatim, terutama untuk memastikan tidak ada konflik kepentingan dalam proses penganggaran dana hibah bagi masyarakat.
Kasus ini menegaskan bahwa korupsi dana publik tak hanya terjadi di tahap pelaksanaan, tetapi juga dalam tahap perencanaan dan penganggaran yang semestinya dijaga ketat oleh aparatur pemerintah daerah.