SUARAMALANG.COM, Kota Malang – Belasan warga Kota Malang yang mengaku menjadi korban penggusuran paksa oleh aparat TNI dari Korem 083/Baladhika Jaya kembali mendatangi gedung DPRD Kota Malang pada Selasa (14/10/2025) untuk meminta perlindungan hukum dan bantuan dari wakil rakyat.
Para warga yang tergabung dalam Paguyuban Purnawirawan TNI AD dan Pejuang 45 menilai tindakan aparat militer tersebut melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia, karena rumah-rumah mereka digusur tanpa prosedur hukum yang sah.
“Eksekusi dilakukan tanpa melalui juru sita pengadilan, padahal itu adalah mekanisme hukum yang wajib ditempuh. Warga digusur secara paksa oleh aparat berseragam, ini jelas pelanggaran hukum dan HAM,” ujar Wahyudiono, perwakilan Paguyuban Purnawirawan TNI AD dan Pejuang 45, saat audiensi dengan DPRD Kota Malang.
Wahyudiono menegaskan warga kini hidup dalam ketakutan akibat somasi berulang dari Korem 083/BDJ dan khawatir rumah mereka akan dikosongkan kembali dengan cara yang sama, padahal rumah-rumah tersebut dibeli secara sah lengkap dengan kuitansi, peta bidang, dan bukti pembayaran pajak.
“Dalam putusan pengadilan pun tidak ada satu pun yang memenangkan pihak TNI, semuanya berstatus niet ontvankelijk verklaard (N.O.),” tambah Wahyudiono.
Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji, yang memimpin audiensi, menyatakan pihaknya akan segera menindaklanjuti laporan warga dengan berkoordinasi bersama instansi terkait seperti Korem 083/BDJ, BPKAD, dan BPN Kota Malang untuk mencari solusi terbaik atas persoalan ini.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan Korem 083/BDJ, BPKAD, dan BPN Kota Malang untuk mencari solusi terbaik atas persoalan ini. Prinsipnya, DPRD hadir untuk memastikan hak-hak warga tetap terlindungi,” kata Bayu.
Ketua DPD Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) Malang Raya, Yuni Ektanta, menegaskan bahwa pihaknya mendukung langkah warga dalam menuntut keadilan dan meminta semua pihak menghormati proses hukum yang berlaku.
“Kami dari IWOI Malang Raya mendukung penuh perjuangan warga yang menuntut keadilan. Aparat negara semestinya menjadi pelindung rakyat, bukan justru membuat rakyat merasa terintimidasi. Kami berharap kasus ini mendapat perhatian serius dan diselesaikan secara transparan,” ujar Yuni.
Kasus penggusuran paksa ini menambah deretan panjang sengketa lahan antara warga sipil dan institusi militer di Kota Malang yang hingga kini belum menemukan titik terang, dan memunculkan kekhawatiran akan pelanggaran hak warga negara terkait kepemilikan properti.
Para warga berharap melalui peran DPRD, dukungan insan pers, dan koordinasi lintas instansi pemerintah, akan muncul kepastian hukum yang adil serta perlindungan nyata terhadap tindakan yang dianggap melanggar hak mereka sebagai warga negara.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya prosedur hukum dalam pengosongan rumah, di mana mekanisme resmi juru sita pengadilan menjadi langkah wajib untuk melindungi hak-hak warga, sesuai dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945, serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menegaskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan properti dan tidak boleh dirampas secara sewenang-wenang.
DPRD Kota Malang, menurut Bayu, akan terus memantau perkembangan kasus dan memastikan hak warga untuk tinggal di rumah yang sah secara hukum tetap terjamin, serta mengingatkan aparat negara agar bertindak sesuai hukum dan tidak menimbulkan intimidasi terhadap masyarakat sipil.
Warga juga menegaskan kesiapan mereka untuk menempuh jalur hukum lebih lanjut jika tindakan penggusuran paksa kembali terjadi, dan menekankan bahwa dukungan publik serta pengawasan media menjadi kunci agar hak-hak sipil tidak diabaikan.