Lunasi Hutang Puasa Ramadan di Bulan Syaban: Batas Waktu dan Keutamaannya

Suaramalang – Menjelang bulan Ramadhan, umat Islam berbondong-bondong melakukan puasa alternatif atau disebut juga puasa qadha.

Alih-alih puasa Ramadhan atau puasa qadha, hal ini dimaksudkan untuk melunasi hutang puasa Ramadhan tahun sebelumnya yang belum terselesaikan karena berbagai kendala, seperti menstruasi, hamil, menyusui, atau sakit.

Biasanya puasa ini dilakukan sebelum bulan Ramadhan, antara bulan Rajab dan Syaban, dan dilakukan karena kita mempunyai hutang puasa Ramadhan.

Kewajiban mengganti puasa dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 184. Allah swt. dikatakan,

لٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ يَّامٍ ُخَرَ ۗ وَعَلَى الَِ ِيْقُونَهٗ فِديَة ٌ تَعَامِ مِتْتَامِ مِعْتَعْمُ خيْرًا فَهْوَ خيرٌ لَّهٗ ۗ وَان ْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ انْ كُنْتُ مْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya : “(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (dan tidak berpuasa), maka (harusnya mengganti) hari-hari (yang tidak berpuasa) dengan hari-hari lainnya. Dan bagi orang-orang yang “sulit melakukannya, maka hendaklah kamu membayar fidyah, yaitu memberi makan kepada orang miskin. Tetapi siapa yang mempunyai niat untuk beramal, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. ”

Lantas apakah ada batasan waktu untuk mengganti puasa Ramadhan?

Tanggal terakhir untuk mengganti puasa Ramadhan tahun sebelumnya

Mengutip sebuah buku Ushul Fiqih Menurut Amrullah Hayatudin, menyeimbangkan sisa puasa Ramadhan adalah hal yang wajib. Kewajiban mutlak adalah kewajiban yang pelaksanaannya tidak mempunyai waktu tertentu, artinya pelaksanaannya sesuai dengan kemampuan.

Aliran Hanafi dalam kitab tersebut Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah Dikutip dari laman Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Bali juga disebutkan bahwa utang puasa Ramadhan bisa dibayar kapan saja, baik setelah tahun terlewatnya puasa Ramadhan, atau pada tahun-tahun berikutnya.

Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa batas waktu pelunasan hutang puasa Ramadhan adalah sampai dengan waktu puasa Ramadhan tahun berikutnya yaitu bulan Syaban.

Istri Nabi Muhammad SAW, Aisyah RA, bahkan diketahui mengganti puasanya di bulan Syaban. Hal ini dijelaskan dalam Rangkuman Sahih Muslim karangan Zaki Al-din ‘abd Al-azhim Al-mundziri dari Abu Salamah RA. Berikut haditsnya:

Insya Allah, Insya Allah: Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah.

Artinya: Saya mendengar Aisyah berkata, “Saya tidak dapat mengqadha puasa wajib yang saya tinggalkan di bulan Ramadhan, kecuali di bulan Sya’ban karena saya sibuk mengabdi kepada Nabi Muhammad SAW.” (HR Muslim)

Merujuk pada hal tersebut, hari-hari terakhir bulan Syaban 1445 H jatuh pada tanggal 10-11 Maret 2024 (29-30 Syaban) untuk melunasi hutang puasa Ramadhan.

Namun perlu ditegaskan, puasa bersamaan saat masyarakat ragu akan hilal di awal Ramadhan adalah haram.

Larangan tersebut berarti pada tanggal 29 bulan Syaban, langit tertutup awan sehingga bulan tidak terlihat. Keesokan harinya disebut Hari Shak yang dilarang berpuasa.

Jika bulan Syaban berakhir maka utang puasa Ramadhan belum terlunasi, menurut Prof Wahbah az-Zuhaili dalam Terjemahan Fiqhul Islam wa Adillathuhu Jilid 3 debitur harus membayar penebusan.

Penebusan adalah memberi makan kepada orang miskin setiap harinya selama masih ada hari yang tersisa.