SUARAMALANG.COM, Kota Semarang – Polisi akhirnya mengungkap hubungan asmara antara AKBP Basuki dan dosen muda Untag Semarang, Doktor Dwinanda Linchia Levi, setelah gelar perkara Bidpropam Polda Jawa Tengah menguak keterkaitan pribadi keduanya.
Kesimpulan polisi menyebut “AKBP Basuki memiliki hubungan tanpa ikatan perkawinan yang sah dengan Dwinanda Linchia Levi” dan temuan ini menjadi dasar penindakan etik terhadap perwira menengah tersebut.
Kabid Propam Polda Jateng Kombes Pol Saiful Anwar menegaskan “Penempatan khusus ini dilakukan sebagai bagian dari proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan AKBP B” demi memastikan mekanisme berjalan “profesional, transparan, dan sesuai ketentuan yang berlaku.”
Ia menambahkan komitmen institusi tegas tanpa kompromi melalui pernyataan “Tidak ada pengecualian dalam penegakan aturan” serta memastikan setiap pelanggaran diproses “tanpa memandang pangkat maupun jabatan.”
Langkah Propam dilakukan di tengah derasnya tekanan publik setelah puluhan mahasiswa Untag Semarang mendatangi Mapolda Jateng menuntut transparansi penanganan kematian dosen mereka.
Ketua Komunitas Alumni Untag, Jansen Henry Kurniawan, menyebut situasi tersebut janggal dan menyatakan “Menurut kami ini janggal” karena “Ada seorang polisi bagian Dalmas yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana berada dalam satu kamar dan melaporkan kejadian ini pagi-pagi buta.”
Jansen juga menegaskan kekhawatiran adanya upaya mengaburkan fakta dengan pernyataan “Jangan sampai ada kesan kasus ditutup-tutupi dengan dugaan untuk mengamankan oknum tertentu atau diduga menyelamatkan institusi tertentu.”
Di sisi lain, rangkaian fakta kematian Dwinanda semakin memunculkan tanda tanya besar setelah keluarga mengungkap kondisi jenazah yang dianggap tidak wajar.
Kerabat dekat korban, Tiwi, menjelaskan “Kami melihat fotonya” di mana korban “telanjang, tergeletak di lantai, dan ada bercak darah di bagian intim” sehingga keluarga merasa “Kondisi itu membuat kami tidak tenang.”
Kejanggalan makin membesar karena korban ditemukan dalam kondisi terlentang di lantai dengan darah di hidung dan mulut, namun informasi kematian baru diterima keluarga pada sore hari.
Korban diketahui sekamar dengan seorang perwira Polri, namun keluarga menegaskan tidak pernah ada cerita mengenai hubungan kekerabatan maupun kedekatan khusus sebelum peristiwa itu terjadi.
Lebih jauh, keluarga mengetahui korban ternyata berada dalam satu Kartu Keluarga dengan perwira tersebut, namun yang bersangkutan tidak hadir saat autopsi sehingga memunculkan pertanyaan baru, diperkuat dengan pernyataan Tiwi yang menegaskan “Kalau memang saudara, seharusnya datang.”
Pemeriksaan awal oleh tim Inafis dan dokter forensik memang tidak menemukan tanda kekerasan dari visum luar sehingga kepolisian tetap melanjutkan proses autopsi untuk memastikan penyebab kematian.
Kasatreskrim Polrestabes Semarang AKBP Andika Dharma Sena menegaskan “Kami menunggu hasil autopsi untuk memastikan penyebab kematian” sekaligus menyatakan bahwa semua temuan akan dijadikan dasar pengungkapan kasus secara objektif.
Penyidikan juga sempat terhambat karena ponsel milik korban belum bisa dibuka sebagaimana disampaikan Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Dwi Subagio yang menyatakan “Kita belum bisa membuka HP korban” dan mempersilakan masukan dari mahasiswa maupun keluarga untuk membantu proses ini.
Serangkaian fakta tersebut kini menempatkan kasus kematian Dwinanda Linchia Levi sebagai salah satu peristiwa paling disorot di Semarang, dengan publik menanti hasil autopsi dan langkah tegas kepolisian dalam menuntaskan seluruh kejanggalan yang muncul.
