Iklan

Pemkot Malang Diminta Tak Hanya Menyalahkan Sampah dan Sedimen Soal Banjir

Iklan

SUARAMALANG.COM, Kota Malang – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang diminta tidak sekadar melempar persoalan banjir kepada tumpukan sampah dan sedimen di saluran drainase. Terlebih jika narasi yang muncul justru menggiring opini bahwa masyarakat adalah pihak yang harus lebih rajin kerja bakti, seolah-olah seluruh persoalan berhenti pada perilaku warga.

Padahal, problem banjir di Kota Malang jauh lebih kompleks. Penanganannya harus dilihat dari berbagai aspek, khususnya kesiapan pemerintah menghadapi lonjakan jumlah penduduk dan beban kota yang meningkat setiap tahun.

Iklan

Catatan media ini menunjukkan bahwa angka resmi penduduk Kota Malang memang berada di kisaran 850 ribu jiwa. Namun kenyataannya, Kota Malang menanggung populasi yang jauh lebih besar. Dengan keberadaan 62 perguruan tinggi dan arus mahasiswa baru tiap tahun, jumlah penghuni riil diperkirakan telah mencapai 1,2 hingga 1,5 juta jiwa—angka yang signifikan untuk ukuran kota yang infrastrukturnya sudah padat.

“Itu pertumbuhan penduduk yang sangat besar. Jika dibandingkan, sudah hampir dua kali lipat dari jumlah penduduk Kota Malang asli,” ujar Gubernur LIRA Jawa Timur, M. Zuhdy Achmadi.

Menurut Didik, sapaan akrab M. Zuhdy Achmadi, situasi tersebut menuntut kesiapan serius dari Pemkot Malang. Pertumbuhan penduduk yang masif selalu diikuti peningkatan kebutuhan ruang dan fasilitas. Seperti kafe, bangunan komersial, ruang publik, rumah kos, perumahan, hotel, hingga apartemen.

Dengan kondisi seperti itu, Pemkot Malang idealnya sudah menata pola perkembangan infrastruktur secara matang dan terukur. Namun realitas di lapangan menunjukkan pertumbuhan bangunan yang justru terkesan semrawut dan minim kontrol.

“Sudah banyak temuan bangunan berdiri di atas gorong-gorong atau drainase. Ini jelas memperparah jika salurannya tersumbat sampah atau sedimen. Bagaimana mau dinormalisasi kalau bangunan saja berdiri menutup alirannya? Ini seperti hasil pembangunan yang asal-asalan,” tegas Didik.

Ia menilai, Kota Malang seharusnya bisa mengantisipasi lonjakan penduduk sejak jauh hari. Terlebih lagi, saat ini kota ini dipimpin oleh tokoh yang memiliki latar belakang ilmu perencanaan wilayah kota (PWK) atau planologi. Dengan modal itu, seharusnya arah kebijakan penataan ruang dan penanganan banjir bisa lebih terukur.

“Pak Wahyu itu punya bekal ilmu planologi yang mumpuni, saat masih berdinas di kabupaten banyak yang sudah dikerjakan. Seharusnya ilmunya bisa diterapkan dalam tata kelola kota,” ujarnya.

Karena itu, Didik menegaskan bahwa penanganan banjir tidak bisa lagi sekadar didorong lewat imbauan kerja bakti atau menyalahkan sedimen. Yang lebih mendesak adalah inventarisasi dan penertiban bangunan yang berdiri di lahan yang tidak sesuai peruntukan—termasuk bangunan lama yang sudah puluhan tahun berdiri di atas saluran air.

“Kalau memang sudah terlanjur, ya harus ada tindakan. Silakan ditertibkan. Kan tidak elok jika seorang pakar kemudian hanya menyalahkan sampah dan sedimen untuk masalah sekrusial ini. Bagaimanapun, persoalan ini berkaitan langsung dengan disiplin ilmu Wali Kota Malang dalam bidang planologi,” pungkasnya.

Iklan
Iklan
Iklan