SUARAMALANG.COM, Lumajang – Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Semeru milik Pemerintah Kabupaten Lumajang resmi dinyatakan kolaps setelah audit keuangan menunjukkan kerugian usaha mencapai sekitar Rp 3 miliar. Pemeriksaan laporan keuangan tersebut dilakukan oleh Inspektorat Lumajang terhadap periode 2023 hingga 2025.
Inspektur Inspektorat Lumajang, Akhmad Taufik Hidayat, menjelaskan bahwa hasil audit memperlihatkan kerugian tersebut berasal dari aktivitas usaha yang tidak menghasilkan keuntungan.
“Kalau kerugiannya itu kerugian usaha. Ya kalau Rp 3 miliar ada,” ujar Taufik di Lumajang, Selasa (21/10/2025).
Ia menambahkan, dana yang dikelola perusahaan telah digunakan untuk beberapa kegiatan bisnis, namun seluruhnya tidak berhasil memberikan pemasukan balik bagi perusahaan daerah tersebut.
“Kerugian usaha itu, perusahaan berusaha melakukan penanaman modal, kemudian join, tetapi tidak ada yang berhasil semua. Karena dulu punya modal, dibuat usaha ini dan itu tidak ada keuntungan yang masuk,” tuturnya.
Salah satu proyek yang paling banyak menimbulkan kerugian adalah pembangunan stockpile atau terminal pasir terpadu di Desa Sumbersuko, Kecamatan Sumbersuko. Proyek itu sempat digadang menjadi sumber pendapatan baru bagi daerah, namun justru berakhir dengan kerugian besar.
“Stockpile itu termasuk mengalami kerugian lumayan besar sekitar Rp 500 juta, itu untuk pembangunan. Mulai pembersihan, pengerasan jalan, kemudian instalasi listrik, dan lain sebagainya. Kerugian itu belum dihitung dengan uang sewa lahan setiap tahun. Perkiraan sewanya Rp 200 juta per tahun,” jelasnya.
Kerugian tersebut terjadi di masa kepemimpinan Mochammad Bahrul Wahid, yang baru menjabat sekitar satu bulan sebagai Direktur Utama Perumda Semeru sebelum akhirnya mengundurkan diri pada 30 April 2025.
Setelah pengunduran diri disampaikan, Inspektorat segera melakukan pemeriksaan lengkap terhadap laporan keuangan perusahaan. Audit ini menjadi dasar evaluasi Pemkab Lumajang terhadap tata kelola seluruh badan usaha milik daerah agar tidak kembali menimbulkan kerugian bagi kas publik.
Seluruh proses pemeriksaan kini telah rampung, dan hasilnya telah disampaikan kepada Bupati Lumajang. Pemerintah daerah disebut tengah menyiapkan langkah penataan ulang manajemen agar aset BUMD dapat kembali produktif.
Bupati Indah Amperawati juga sudah memberikan persetujuan atas pengunduran diri direktur utama tersebut, namun tetap meminta adanya komitmen moral untuk bertanggung jawab bila sewaktu-waktu diminta klarifikasi tambahan.
“Sudah disetujui oleh Bupati Lumajang soal pengunduran dirinya. Namun, meskipun disetujui, kita minta membuat surat pernyataan terkait kesanggupan kalau belakang hari dibutuhkan,” tegas Taufik.
Kasus kerugian ini menjadi pelajaran penting bagi pengelolaan BUMD di Lumajang agar setiap investasi, terutama yang menggunakan modal daerah, memiliki perencanaan matang, transparansi, serta perhitungan risiko yang jelas sebelum dijalankan.