Polisi Bongkar Pabrik Beras Oplosan di Sidoarjo, Produksi Harian Capai 14 Ton Sejak 2023

SUARAMALANG.COM, SIDOARJO – Satuan Tugas (Satgas) Pangan Direktororat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur bersama Polresta Sidoarjo berhasil membongkar praktik pengoplosan beras premium yang mencantumkan label Standar Nasional Indonesia (SNI) dan halal secara ilegal.

Penggerebekan dilakukan pada Selasa, 29 Juli 2025, di pabrik milik CV Sumber Pangan Grup (SPG) yang berlokasi di Desa Keper, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo. Dari hasil penyelidikan, pemilik pabrik berinisial MLH atau Lutfi ditetapkan sebagai tersangka.

Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Drs. Nanang Avianto, M.Si, menegaskan bahwa pengungkapan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk menindak tegas segala bentuk kecurangan dalam distribusi pangan nasional.

“Tindakan seperti ini sangat merugikan masyarakat dan dapat menurunkan kepercayaan terhadap produk pangan nasional. Polri akan terus berkomitmen menindak segala bentuk penyimpangan demi melindungi konsumen,” tegas Irjen Nanang dalam konferensi pers di Sidoarjo, Senin (4/8/2025).

Sejak tahun 2023, tersangka MLH alias Lutfi menjalankan praktik produksi beras premium oplosan secara ilegal di pabrik miliknya di Desa Keper, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo. Dalam proses produksinya, bahan baku berupa beras pecah kulit (PK) dimasukkan terlebih dahulu ke dalam mesin poles batu sebanyak dua kali untuk menghaluskan permukaan beras. Setelah itu, beras melewati ayakan menir guna memisahkan butiran kecil atau sisa pecahan.

Beras kemudian diproses melalui mesin kebi dan dilanjutkan ke sifter untuk memisahkan beras patah (broken). Selanjutnya, beras dimasukkan ke dalam mesin Color Sorter untuk memisahkan benda asing atau butir beras yang tidak layak konsumsi. Namun sebelum dikemas, tersangka melakukan pengoplosan dengan mencampurkan beras produksi SPG dengan beras merek lain, yaitu Pandan Wangi, dengan perbandingan 10 kilogram beras SPG : 1 kilogram beras Pandan Wangi. Tujuan pencampuran ini adalah untuk memberikan aroma wangi khas yang menyerupai beras premium asli.

Pencampuran dilakukan secara manual tanpa sertifikasi mutu dan tanpa sertifikat halal yang sah. Meski demikian, kemasan beras tetap mencantumkan label SNI dan logo halal palsu. Produk beras SPG oplosan ini dikemas dalam ukuran 3 kilogram, 5 kilogram, dan 25 kilogram, lalu dipasarkan melalui agen-agen dan toko grosir di wilayah Sidoarjo serta Pasuruan. Tersangka memiliki tiga set mesin produksi dengan kapasitas dua ton per jam, sehingga mampu memproduksi 12–14 ton beras oplosan setiap hari. Seluruh proses produksi dilakukan tanpa adanya uji kelayakan mesin dari pihak berwenang dan tanpa kompetensi resmi di bidang produksi beras premium.

Kasus ini bermula dari sidak Satgas Pangan Polresta Sidoarjo di Pasar Tradisional Larangan pada 25 Juli 2025. Polisi menemukan beras premium merek SPG yang kualitasnya mencurigakan. Setelah diuji di Bulog Surabaya dan UPT Pengujian Sertifikasi Mutu Barang Disperindag Jatim, hasil laboratorium menunjukkan bahwa beras tersebut masuk kategori medium, tidak sesuai dengan label premium. Produk ini juga melanggar SNI Beras Premium No. 6128:2020, Permentan No. 31 Tahun 2017, dan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 2 Tahun 2023.

Polisi menyita 12,5 ton beras oplosan dalam berbagai bentuk, mulai dari pecah kulit, beras Pandan Wangi, menir, broken, hingga beras jadi merek SPG. Selain itu, disita pula peralatan produksi dan dokumen pendukung.

“Saat ini sedang dilakukan proses penarikan pemasaran di toko maupun agen-agen penjualan beras,” ungkap Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Christian Tobing.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan tiga undang-undang, yakni UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp2 miliar; UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman pidana maksimal 3 tahun penjara atau denda maksimal Rp6 miliar; serta UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp35 miliar.

Kapolda Jatim mengimbau seluruh pelaku usaha pangan untuk memastikan proses produksi sesuai standar mutu nasional dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Polri tetap konsisten mendukung terwujudnya ekosistem pangan yang sehat, adil, dan transparan, demi tercapainya Indonesia Emas 2045,” tegas Irjen Nanang.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, Dr. Iwan, menambahkan bahwa pihaknya siap bersinergi dengan kepolisian untuk melindungi konsumen dari produk pangan ilegal.

“Beras adalah bahan pokok yang sangat penting, sehingga kualitas dan harga harus sesuai standar yang berlaku,” ujarnya.

Pewarta: *Slamet