Iklan
Opini  

Polisi Penabrak Ojol Tidak Layak Dipecat, Kematian Ojol di Tengah Kericuhan Hanyalah Ekses

Iklan

Oleh: Ruwiyanto, S.Kom, MM*

Sidang Komisi Kode Etik dan Profesi (KKEP) Polri yang menjatuhkan putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap personel Brimob Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri Kompol Cosmas Kaju Gae karena di duga melindas Ojol waktu demonstrasi hingga tewas tidak mencerminkan keadilan hukum yang obyektif.

Iklan

Pasalnya, gelombang protes yang berujung ricuh pasti menimbulkan korban bukan hanya harta benda fasilitas umum bahkan nyawa. Pertanyaannya adalah apakah setiap korban harus serta-merta dijadikan alasan untuk mengorbankan aparat yang sedang bertugas? Jawabannya jelas tentu saja tidak. Kasus polisi yang menabrak pengemudi ojek online Affan Kurniawan hingga meninggal dunia di tengah kericuhan demonstrasi tidak bisa dijadikan alasan pemecatan. Karena polisi tersebut tengah berada di garis depan menjalankan tugas negara, bukan mencari keuntungan pribadi.

Kita harus berani melihat kenyataan pahit: kericuhan demonstrasi adalah ajang chaos yang tak pernah steril dari risiko. Kematian dalam peristiwa semacam itu adalah ekses, konsekuensi dari situasi anarkis yang dipicu oleh massa sendiri. Menuntut pemecatan aparat hanya karena insiden itu sama saja melemahkan wibawa institusi kepolisian, sekaligus mengabaikan fakta bahwa tanpa mereka, negara ini bisa runtuh dalam kekacauan.

Apakah kita ingin polisi ragu, takut bertindak, dan lebih sibuk menjaga nasib kariernya daripada menjaga keamanan bangsa? Jika iya, silakan pecat mereka setiap kali ada korban. Namun, bila kita masih waras, maka kita harus sadar bahwa tugas polisi bukanlah pekerjaan bersih tanpa risiko. Tugas itu kotor, keras, bahkan bisa memakan korban. Tetapi justru dari situlah lahir stabilitas.

Kematian seorang ojol dalam kericuhan tentu menyedihkan, tetapi memperbesar isu kematian ini sama saja menutupi akar masalah yang sebenarnya merupakan kegagalan massa untuk berdemonstrasi secara damai. Polisi hanyalah menjalankan perintah, sementara anarkisme massa adalah penyebab utama jatuhnya korban.

Pemecatan jelas bukan solusi. Yang diperlukan adalah perbaikan protokol pengamanan, bukan mengorbankan seorang aparat yang sudah mempertaruhkan nyawanya di lapangan. Kita jangan terjebak dalam narasi sentimentil yang melemahkan institusi negara. Aparat harus tetap berdiri tegak, meski dibayar dengan risiko nyawa orang-orang yang terjebak dalam kericuhan.

Aneh memang negeri ini, pasca tewasnya Ojol Affan Kurniawan, berbagai komunitas banyak yang gelar doa bersama untuk Affan Kurniawan, tapi tidak mendoakan Institusi Polri supaya bekerja lebih baik untuk masa depan Indonesia.

Menurut saya, Berdoalah untuk semuanya lebih baik dan damai demi kejayaan Nusantara. Semoga tulisan ini dibaca oleh hakim sidang kode etik Polri yang kemudian di jadikan pertimbangan dalam memutuskan perkara.

*) Penulis: Ruwiyanto, S.Kom, MM (Mahasiswa Pascasarjana (S3) Program Studi Doktor Pendidikan Agama Islam Multikultural UNISMA).
*) Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis

Iklan
Iklan
Iklan