SUARAMALANG.COM, Blitar – Kejadian perundungan terhadap siswa baru kembali mengguncang dunia pendidikan di Kabupaten Blitar. Seorang siswa SMP Negeri 3 Doko, berinisial W, menjadi korban bullying massal saat mengikuti kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Insiden ini bukan hanya menorehkan luka fisik, tetapi juga meninggalkan dampak psikologis mendalam bagi korban yang sempat viral di media sosial. Dalam video yang beredar, korban terlihat dikelilingi beberapa siswa lain, menerima tekanan verbal hingga tindakan fisik tanpa ada yang menghentikan.
Menanggapi kejadian tersebut, Polres Blitar mengambil langkah cepat dengan memberikan pendampingan psikologis melalui sesi trauma healing. Kegiatan ini dilakukan pada Selasa (23/07/2025) di ruang Sat Reskrim unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Dukungan psikologis dipimpin langsung oleh Iptu Linar Tiwi bersama tim konselor dan personel dari Bagian SDM Polres Blitar. Mereka memberikan ruang bagi korban untuk menceritakan ulang pengalaman traumatisnya serta membangun kembali rasa aman dan kepercayaan dirinya.
Kapolres Blitar, AKBP Arif Fazlurrahman, menyampaikan bahwa tindakan ini merupakan bentuk empati sekaligus komitmen institusinya dalam melindungi anak sebagai kelompok rentan.
“Kami sangat prihatin atas kejadian ini. Anak-anak seharusnya mendapatkan pembinaan yang positif selama MPLS, bukan justru menjadi korban kekerasan dari teman atau kakak kelasnya,” tegas AKBP Arif.
Ia juga menambahkan bahwa kehadiran polisi dalam proses pemulihan korban sekaligus menjadi langkah edukatif bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan.
“Kami hadir untuk memberikan pendampingan psikologis, sekaligus edukasi kepada seluruh pihak terkait,” lanjutnya.
Selain mendampingi korban, Polres Blitar juga berencana melakukan pendekatan preventif kepada pihak sekolah dan para pelaku. Upaya ini bertujuan agar perundungan serupa tidak kembali terjadi dalam kegiatan MPLS maupun aktivitas pendidikan lainnya.
Peristiwa ini mengungkapkan pentingnya evaluasi mendalam terhadap sistem MPLS di sekolah-sekolah. Masa pengenalan yang seharusnya menjadi ajang membangun solidaritas dan adaptasi, sering kali disalahgunakan menjadi ruang kekerasan terselubung.
Menurut catatan para psikolog pendidikan, korban bullying yang tidak mendapat penanganan tepat berisiko mengalami trauma jangka panjang, termasuk kehilangan rasa percaya diri, kecemasan berlebih, dan gangguan perkembangan sosial.
Trauma healing bukan hanya bentuk pemulihan, tetapi juga pintu masuk bagi reformasi budaya sekolah yang lebih ramah anak. Pendekatan empatik seperti ini sangat dibutuhkan agar institusi pendidikan menjadi zona aman, bukan ladang kekerasan yang dibungkus tradisi senioritas.
Kejadian di SMPN 3 Doko harus menjadi titik balik untuk memperkuat perlindungan anak dalam dunia pendidikan. Setiap sekolah wajib meninjau ulang metode pengenalan siswa baru, mempertegas peran guru pendamping, dan membangun sistem pelaporan yang cepat serta berpihak pada korban.
Polres Blitar telah menunjukkan bagaimana peran aktif penegak hukum bisa melampaui sekadar proses penyelidikan, dengan menyentuh aspek pemulihan mental serta edukasi sosial yang lebih luas.
Kini, masyarakat dan sekolah dituntut bergerak bersama. Bukan hanya menanggapi insiden ketika viral, tetapi membangun ekosistem pendidikan yang benar-benar zero tolerance terhadap segala bentuk kekerasan terhadap anak.
Pewarta : Slamet