SUARAMALANG.COM, Jakarta – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh dari berbagai daerah dalam upacara khidmat di Istana Negara Jakarta pada Senin 10 November 2025.
Penganugerahan ini merupakan bagian dari peringatan Hari Pahlawan Tahun 2025.
Dasar penganugerahan tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK/Tahun 2025 tanggal 6 November 2025.
Presiden Prabowo menyampaikan bahwa penghargaan ini diberikan atas jasa luar biasa para tokoh dalam mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan.
Sebanyak sepuluh tokoh menerima gelar Pahlawan Nasional melalui wakil ahli waris yang hadir langsung di Istana Negara.
Berikut daftar lengkap tokoh penerima gelar berdasarkan urutan resmi pemerintah.
K.H. Abdurrahman Wahid, dari Jawa Timur, dengan keterangan resmi: K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, adalah tokoh bangsa yang sepanjang hidupnya mengabdikan diri memperjuangkan kemanusiaan, demokrasi, dan pluralisme di Indonesia.
Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto, dari Jawa Tengah, dengan pernyataan: Presiden ke-2 RI ini dikenal sebagai Bapak Pembangunan berkat program REPELITA yang membawa Indonesia mencapai kemajuan signigfikan, termasuk swasemabada beras, menekan laju pertumbuhan penduduk, dan pengentasan kemiskinan, sehingga mendapatkan pengakuan Internasional dan Lembaga PBB;.
Marsinah, dari Jawa Timur, adalah simbol keberanian moral dan perjuangan hak asasi manusia dari kalangan rakyat biasa, lahir dari keluarga petani miskin di Nganjuk. Ia menjadi simbol perjuangan buruh setelah tewas dibunuh pada tahun 1993 akibat memperjuangkan upah dan hak-hak pekerja lainnya.
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, dari Jawa Barat, dengan kutipan: Riwayat perjuangan dari Mochtar Kusumaatmadja yang paling menonjol adalah gagasannya tentang konsep negara kepulauan yang digunakan oleh Djuanda Kartawidjaya dalam mendeklarasikan djuanda tahun 1953.
Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, dari Sumatera Barat, dengan keterangan: Rahmah El Yunusiyyah adalah ulama, pendidik, dan pejuang kemerdekaan, yang dedikasinya paling menonjol dalam memelopori pendidikan perempuan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara.
Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, dari Jawa Tengah, sebagaimana disebutkan: Perjuangan militer Sarwo Edhie dimulai sebagai komandan kompi dalam TKR, selama periode Perang Kemerdekaan (1945-1949). Sarwo Edhie memimpin pasukannya dalam berbagai pertempuran.
Sultan Muhammad Salahuddin, dari Nusa Tenggara Barat, dengan catatan resmi: Karyanya meliputi pembangunan Istana Bima, sekolah-sekolah agama dan umum, masjid besar, Bandara Sultan Muhammad Salahuddin, kitab Nurul Mubin, serta berbagai infrastruktur penting lainnya.
Syaikhona Muhammad Kholil, dari Jawa Timur, dengan keterangan: Pemikirannya mengenai penguatan pendidikan Islam berbasis pesantren serta gagasan ‘Hubbul Wathan Minal Iman’ (cinta tanah air sebagai bagian dari iman) menjadi fondasi ideologis yang menggerakkan perjuangan para santri dalam melawan kolonialisme secara fisik dan kultural.
Tuan Rondahaim Saragih, dari Sumatera Utara, dengan pernyataan: Dikenal sebagai ‘Napoleon dari Batak’. Di bawah kepemimpinan Tuan Rondahaim Saragih, Pasukan Raya di Simalungun mencatatkan riwayat perjuangan menonjol melawan kolonialisme Belanda, dengan fokus pada pertahanan kemerdekaan yang berhasil.
Zainal Abidin Syah, dari Maluku Utara, memiliki peran penting dalam mempertahankan kedaulatan wilayah Indonesia Timur, khususnya Papua Barat, agar tetap menjadi bagian dari NKRI.
Pada upacara tersebut, Presiden Prabowo menyerahkan piagam dan tanda kehormatan negara langsung kepada masing-masing ahli waris.
Suasana haru dan bangga menyertai prosesi penyerahan gelar yang menjadi bentuk penghormatan negara atas dedikasi para pahlawan.
Selesai prosesi, Presiden Prabowo memberikan ucapan selamat kepada seluruh ahli waris.
Para tamu undangan turut menyampaikan salam hormat dalam barisan panjang di Istana Negara.
Upacara ini dihadiri Wakil Presiden Gibran Rakabuming, pimpinan lembaga negara, para menteri Kabinet Merah Putih, ketua umum partai politik, tokoh ormas keagamaan, perwakilan LVRI, dan sejumlah kepala daerah.





















