SUARAMALANG.COM, Kabupaten Malang – Kebutuhan peningkatan kualitas sarana pendidikan di Kabupaten Malang masih tinggi. Namun ironisnya, puluhan kuota bantuan revitalisasi dan digitalisasi pembelajaran justru tak terserap.
Kondisi ini mencerminkan belum optimalnya kesiapan dan manajemen pengelolaan program pendidikan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang.
Wakil Bupati Malang, Latifah Shohib, mengungkapkan bahwa Pemkab Malang sempat mendatangi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengajukan tambahan kuota bantuan bagi satuan pendidikan.
Namun, dari penjelasan pihak kementerian, diketahui bahwa setiap daerah sejatinya telah mendapatkan alokasi kuota masing-masing.
“Di Kabupaten Malang, kuota yang diberikan mencapai 360 satuan pendidikan. Tetapi yang terisi baru 283. Artinya masih ada 77 kuota yang tidak terserap,” ujar Latifah.
Fakta tersebut menjadi sorotan, mengingat jumlah satuan pendidikan di Kabupaten Malang sangat besar. Tercatat lebih dari 1.099 sekolah dasar, belum termasuk TK, SMP, serta SMA dan SMK yang berada di bawah kewenangan provinsi.
Meski secara administratif bukan menjadi tanggung jawab kabupaten, Latifah menegaskan bahwa peserta didik yang menempuh pendidikan di sekolah-sekolah tersebut merupakan warga Kabupaten Malang.
“Walaupun SMA dan SMK bukan kewenangan kabupaten, siswanya adalah anak-anak Kabupaten Malang dan sekolahnya berada di wilayah kami. Maka secara moral kami tetap memiliki tanggung jawab,” tegasnya.
Tak terserapnya 77 kuota bantuan tersebut mengindikasikan adanya persoalan dalam kesiapan satuan pendidikan maupun tata kelola pendataan dan pendampingan dari pemerintah daerah.
Padahal, peluang bantuan tersebut sangat dibutuhkan untuk mendukung revitalisasi sekolah dan percepatan digitalisasi pembelajaran.
Lebih jauh, Latifah mengungkapkan bahwa kuota yang sudah terisi pun belum sepenuhnya aman. Sebanyak 283 satuan pendidikan yang terdata masih harus melalui proses verifikasi ulang oleh pemerintah pusat.
“Yang sudah terisi itu pun masih akan diverifikasi lagi. Belum tentu semuanya nanti mendapatkan bantuan, baik revitalisasi maupun digitalisasi pembelajaran,” jelasnya.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa selain persoalan keterisian kuota, tantangan Pemkab Malang juga terletak pada kesiapan administratif dan manajerial dalam mengawal program bantuan pusat agar benar-benar sampai ke sekolah yang membutuhkan.
Jika tidak segera dibenahi, peluang peningkatan kualitas pendidikan di Kabupaten Malang berpotensi kembali terbuang.
Hal tersebut sepatutnya dapat menjadi evaluasi secara menyeluruh bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, terkhusus bagi Dinas Pendidikan (Disdik) sebagai pemangku penyelenggaraan pendidikan.





















