Tekno  

Raksasa Akuisisi Amazon, Thrasio, Mengalami Kebangkrutan Setelah Menghabiskan Rp 53 Triliun

Suaramalang – Thrasio, teman agregator merek di dalam perdagangan elektronik Amazon, dalam proses kebangkrutan.

Perusahaan agregator merek adalah perusahaan yang mengakuisisi merek terkenal di perdagangan elektronik untuk kemudian dikelola secara berkelompok. Model bisnis ini mirip dengan model bisnis Unilever atau P&G yang banyak mengelolanya merek FMCG dalam satu payung untuk meningkatkan efisiensi distribusi dan produksi.

CNBC Internasional melaporkan bahwa Thrasio mengajukan perlindungan kebangkrutan di pengadilan di negara bagian New Jersey.

Thrasio mengatakan kreditur telah sepakat untuk mengurangi utang senilai US$ 495 juta. Beberapa kreditur juga berkomitmen menyediakan dana baru senilai US$ 90 juta yang akan digunakan untuk melanjutkan operasional agar merek-merek di bawah Thrasio bisa terus berjualan.

“Thrasio adalah salah satu pedagang pihak ketiga terbesar di pasar Amazon. Dengan neraca yang lebih kuat dan modal baru, kami dapat mendukung merek kami dengan lebih baik, mengembangkan infrastruktur, dan mengejar peluang baru,” kata CEO Thrasio, Greg Greely.

Thrasio dan agregator lainnya telah mengumpulkan miliaran dolar dari investor selama beberapa tahun terakhir. Sejak awal berdirinya, Thrasio telah menghimpun dana investor senilai US$ 3,4 miliar (Rp 53 triliun). Perusahaan juga menjajaki go public di bursa melalui merger dengan SPAC.

Agregator biasanya mengandalkan data keahlian operasional untuk meningkatkan penjualan merek di e-commerce. Namun lesunya penjualan di e-commerce pasca pandemi berakhir membuat investor lebih berhati-hati.

Pada tahun 2022, Thrasio akan melakukan PHK yang berdampak pada 20 persen karyawannya. Pendiri perusahaan, Josh Silberstein, juga telah hengkang.

Beberapa startup di Indonesia juga menjalankan bisnis brand aggregator, yaitu Una Brand, Hypefest, dan Open Labs Bukalapak.