SUARAMALANG.COM, Semarang – Ratusan eks pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Rabu, 24 September 2025.
Aksi ini digelar sebagai bentuk protes terhadap belum cairnya hak pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang seharusnya diterima oleh 10.965 buruh setelah perusahaan tekstil raksasa asal Sukoharjo itu dinyatakan pailit tujuh bulan lalu.
Para buruh yang berasal dari Brebes, Batang, Purworejo, Temanggung, Salatiga, Semarang, Jepara, Kudus, Rembang, dan Sukoharjo datang dengan membawa poster dan spanduk yang berisi tuntutan agar pemerintah segera bertindak.
Mereka memulai aksi di Jalan Pahlawan, Semarang, sejak pukul 10.30 WIB, mendesak Gubernur Jawa Tengah dan kurator yang menangani pailitnya Sritex untuk mempercepat pencairan hak mereka.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Tekstil Sandang dan Kulit Jawa Tengah, Darmadi, mengatakan hingga kini para buruh sama sekali belum menerima pesangon.
“Kalau JHT sudah cair, tapi pesangon belum ada sama sekali,” kata Darmadi saat memimpin aksi.
Ia menjelaskan bahwa mayoritas eks buruh kini hidup dalam kesulitan ekonomi.
Sebagian besar dari mereka berusia di atas 40 tahun, sudah berkeluarga, dan memiliki tanggungan anak sekolah sehingga sulit mendapatkan pekerjaan baru.
“Rata-rata mereka sudah berkeluarga, punya tanggungan anak sekolah, tapi sampai sekarang belum ada penyaluran kerja yang pasti,” tegasnya.
Program pemerintah melalui JKP yang menjanjikan pelatihan kerja dan lowongan pekerjaan juga dinilai tidak berjalan efektif.
Menurut Darmadi, banyak eks buruh Sritex yang tidak mengetahui informasi lowongan tersebut karena sosialisasi yang sangat minim.
“Banyak kawan-kawan di Sukoharjo, Klaten, dan Solo Raya tidak mengetahui informasi lowongan itu. Sosialisasinya sangat kurang,” ujarnya.
Situasi ini membuat banyak keluarga buruh terjebak dalam lilitan utang dan terancam putus sekolah bagi anak-anak mereka.
Beberapa buruh bahkan harus menjual barang berharga demi bertahan hidup karena tidak memiliki pemasukan sama sekali sejak pabrik berhenti beroperasi.
Selain menuntut pencairan pesangon, para buruh juga mengecam lambannya kinerja kurator dalam menginventarisasi aset Sritex yang akan dilelang.
Hasil lelang aset tersebut akan menjadi dasar pembayaran pesangon ribuan buruh.
“Proses lelang sampai hari ini belum dilakukan. Kami bahkan sudah membantu menginventarisasi barang-barang, tapi kurator bekerja sangat lambat,” kata Darmadi.
KSPSI juga meminta pemerintah pusat dan daerah mengevaluasi regulasi terkait kepailitan dan kebijakan upah minimum yang dinilai tidak seimbang antarwilayah di Jawa Tengah.
“Pemerintah hanya mengikuti aturan normatif, tapi komunikasi kepada pekerja sangat kurang. Kesan kami, ada pembiaran,” tambahnya.
Aksi ini merupakan puncak kekecewaan para buruh setelah berbagai upaya dialog dan penyampaian aspirasi melalui jalur resmi tidak membuahkan hasil.
Hingga aksi berlangsung, perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah belum memberikan tanggapan resmi mengenai tuntutan tersebut.
Para buruh berjanji akan terus menggelar aksi lanjutan jika pesangon tidak segera dicairkan dan proses lelang aset Sritex tidak dipercepat.
Bagi mereka, keadilan hanya bisa diwujudkan jika hak yang dijanjikan setelah pailitnya perusahaan benar-benar diberikan sesuai undang-undang.
Pewarta : M.Nan