SUARAMALANG.COM, Bandung – Pernyataan anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Golkar, Atalia Praratya, soal usulan penggunaan dana APBN untuk perbaikan Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, menuai reaksi keras dari kalangan santri.
Atalia yang juga istri mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, sebelumnya meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan ulang pesantren tersebut.
“Usulan penggunaan APBN ini harus dikaji ulang dengan sangat serius, sambil memastikan proses hukum berjalan dan kebijakan ke depan lebih adil, lebih transparan, dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial,” kata Atalia kepada wartawan, Jumat (10/10/2025).
Ia menegaskan bahwa rencana penggunaan APBN untuk membangun ulang Ponpes Al Khoziny belum menjadi keputusan final, sehingga pemerintah harus berhati-hati.
“Saya memahami kegelisahan masyarakat. Jangan sampai muncul kesan bahwa lembaga yang lalai justru dibantu, sementara banyak sekolah, rumah ibadah, atau masyarakat lain yang mengalami musibah tidak mendapatkan perlakuan yang sama,” ujarnya.
Atalia juga menekankan bahwa aspek hukum dalam tragedi yang melibatkan ponpes tersebut perlu diselidiki terlebih dahulu sebelum keputusan anggaran dibuat.
“Proses hukum harus ditegakkan dengan serius. Kalau memang ada unsur kelalaian, harus ada pihak yang bertanggung jawab. Keadilan bagi korban lebih utama,” paparnya.
Namun, pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari kalangan santri. Pada Selasa (14/10/2025), sejumlah santri mendatangi rumah pribadi Ridwan Kamil di kawasan Ciumbuleuit, Kota Bandung, untuk menyampaikan protes terhadap ucapan Atalia.
Mereka datang dengan mobil dan berjalan kaki menuju rumah mantan Gubernur Jawa Barat itu sambil membawa spanduk serta poster tuntutan.
“Pernyataannya sensitif bagi pesantren dan para santri. Sejarah peradaban bangsa Indonesia merupakan peradaban yang dijalankan pesantren,” teriak orator di lokasi.
Salah satu perwakilan santri, Riki, menilai bahwa ucapan Atalia telah menciptakan pandangan buruk terhadap lembaga pesantren di mata publik.
“Ini dimulai dari satu respons dari legislatif yang punya pandangan atau membentuk satu opini terhadap pesantren di tengah masyarakat dengan mengatakan bahwa kemudian mungkin telah terjadi pelanggaran berat di tubuh Pesantren Al-Khoziny. Hal ini yang kemudian membuat satu pandangan buruk atau menciptakan satu pandangan buruk di masyarakat terhadap citra dari pesantren se-Indonesia,” kata Riki kepada awak media.
Riki bahkan membandingkan situasi tersebut dengan tragedi Kanjuruhan di Malang dan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.
Dalam aksinya, para santri juga mendesak Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, untuk mencopot Atalia dari jabatannya sebagai anggota DPR RI.
“Kami meminta Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia untuk memecat Ibu Atalia dari jabatan sebagai anggota DPR RI karena pernyataan telah menimbulkan kegaduhan dan dinilai bertentangan dengan prinsip keadilan sosial serta konstitusi,” ujar Riki.
Hingga berita ini diturunkan, Atalia belum memberikan tanggapan tambahan atas gelombang protes tersebut. Namun, pernyataannya masih menuai diskusi luas di publik, terutama terkait transparansi dan keadilan dalam penggunaan dana publik untuk lembaga keagamaan.