SUARAMALANG.COM, Kota Malang – Polemik tembok pembatas di Perumahan Griya Shanta, Kelurahan Mojolangu, tak lagi sekadar soal infrastruktur. Persoalan tersebut kini merembet menjadi konflik horizontal antarwarga, menyusul perobohan tembok yang dilakukan secara tiba-tiba oleh sejumlah pihak.
Tembok yang berdiri di antara RW 9 dan RW 12 itu sejak awal menjadi simpul utama sengketa. Pemerintah Kota (Pemkot) Malang beralasan pembongkaran diperlukan untuk membuka akses jalan tembus yang telah lama masuk dalam rencana pembangunan. Namun, di lapangan, rencana tersebut justru memicu ketegangan sosial.
Di satu sisi, sebagian warga mendukung pembukaan jalan tembus karena dinilai dapat memperlancar mobilitas dan mendukung kepentingan publik. Di sisi lain, warga Perumahan Griya Shanta menyuarakan kekhawatiran akan hilangnya rasa aman dan nyaman jika jalan internal perumahan berubah fungsi menjadi jalan umum.
Yang memperkeruh situasi, penolakan tersebut tidak bersifat bulat. Perbedaan sikap juga terjadi di internal warga Griya Shanta sendiri. Sebagian menolak keras, sementara sebagian lainnya justru mendukung rencana Pemkot dengan berbagai pertimbangan. Kondisi ini membuat konflik tak terhindarkan dan memunculkan gesekan antarwarga yang sebelumnya hidup berdampingan.
Situasi tersebut dinilai sebagai dampak dari ketidakjelasan sikap dan lemahnya ketegasan pemerintah daerah. Wakil Wali Kota LIRA Kota Malang, Ahsanul Huda, menilai Pemkot seharusnya mampu mengambil langkah yang lebih tegas sejak awal agar konflik sosial tidak meluas.
“Harusnya bisa lebih tegas. Beberapa waktu lalu sudah ada SP satu sampai tiga. Itu sebenarnya progres yang baik. Tapi ketika masuk tahap eksekusi justru mundur,” ujar Huda.
Menurutnya, perbedaan pandangan dalam sebuah proyek pembangunan adalah hal yang wajar. Namun, hal itu tidak boleh dibiarkan berlarut tanpa kepastian arah kebijakan.
“Kalau memang jalan tembus itu sudah direncanakan sejak lama, berarti waktunya juga sudah cukup untuk menyiapkan semuanya secara matang. Tinggal bagaimana pelaksanaannya,” jelasnya.
Huda menekankan, saat ini yang paling dibutuhkan adalah kejelasan dan ketegasan langkah dari Pemkot Malang. Kepastian tersebut dinilai penting untuk meredam konflik sekaligus memastikan pembangunan berjalan tanpa mengabaikan proses hukum yang masih berlangsung.
“Silakan ditegaskan langkahnya, kalau memang tujuannya membangun jalan tembus. Tapi tetap harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” pungkasnya.
Sementara itu, warga di sekitar tembok yang dibongkar orang-orang suruhan dan puluhan preman, menuntut polisi mengusut dalang maupun pelakunya karena warga sudah atas pengrusakkan tersebut.
” Harusnya polisi benar-benar presisi dalam menjalankan tugasnya atau hanya slogan saja, laporan warga harus ditindaklanjuti , jangan sampai dianggap polisi membela pihak lain, “kata warga
Pewarta: *M.Nan





















