Iklan

Tim Pengabdian FISIP UB Temukan Berbagai Kendala Terkait Implementasi DBHCHT di DIY

Iklan

SUARAMALANG.COM, Yogyakarta – Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Pengmas) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) temukan berbagai kendala dan hal menarik dalam implementasi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Tim Pengmas FISIP UB dipimpin oleh Dosen Program Studi Ilmu Politik FISIP UB Wimmy Haliim dan Moddie Alvianto Wicaksono dari Komite Nasional Pelestarian Kretek dengan beranggotakan Figo Ferdiansyah serta Hilman Arif Prasetya yang merupakan mahasiswa FISIP UB.

Iklan

Berbagai kendala dan hal menarik itu didapatkan setelah Tim Pengmas FISIP UB melakukan penelitian secara mendalam sejak Januari hingga Maret 2025 di Provinsi DIY dengan mengambil lokus penelitian di lima daerah di Provinsi DIY, yakni Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta.

Di mana untuk fokus utama dari penelitian yang dilakukan secara mendalam ini dilakukan di Kabupaten Sleman sebagai daerah dengan penerimaan DBHCHT terbesar di Provinsi DIY. Dari penelitian mendalam terkait implementasi DBHCHT yang telah dimuat dalam Jurnal Mediasosian Vol. 09 No. 02 Tahun 2025, tim peneliti berhasil mengungkap berbagai dinamika menarik dalam implementasi kebijakan yang seharusnya mensejahterakan petani tembakau di wilayah Provinsi DIY.

“Yang menarik dari penelitian ini adalah temuan bahwa implementasi DBHCHT ternyata masih jauh dari harapan dalam meningkatkan kesejahteraan petani tembakau sebagai target utamanya,” ungkap Wimmy, Kamis (9/10/2025).

Wimmy menjelaskan, bahwa dirinya bersama tim peneliti tidak hanya duduk di belakang meja, tetapi langsung terjun ke lapangan bertemu dengan aktor-aktor yang bersinggungan dengan industri tembakau untuk menggali informasi.

Beberapa di antaranya Syiwal dan Triyanto yang merupakan petani tembakau di Kabupaten Gunungkidul, serta para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pemilik kios hasil produksi tembakau di Kabupaten Sleman dan daerah lainnya.

Alumnus UB itu menyebutkan, dari hasil penelitian yang didapatkan oleh tim, ditemukan bahwa terdapat banyak hambatan dalam pelaksanaan kebijakan implementasi dan penggunaan DBHCHT.

Beberapa di antaranya pengawasan yang lemah dalam pengelolaan DBHCHT menjadi salah satu masalah utama. Lalu ditambah dengan alokasi anggaran dari DBHCHT yang kurang transparan, sehingga bantuan sosial seringkali tidak sampai kepada para petani tembakau yang membutuhkan.

“Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah adanya ketidaksinkronan antara regulasi pusat dan daerah yang membuat implementasi menjadi tidak efektif,” ujar Wimmy.

Selain itu, menurut Wimmy, salah satu temuan yang cukup mengejutkan dari penelitian ini yakni terkait dengan sinkronisasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan DBHCHT justru menjadi bumerang tersendiri bagi para petani tembakau.

“Banyak petani yang sebenarnya membutuhkan bantuan namun tidak terdaftar dalam sistem DTKS, sehingga mereka kehilangan hak untuk mendapatkan manfaat dari dana tersebut. Ini tentu saja bertentangan dengan tujuan awal dibentuknya kebijakan DBHCHT,” tegas Wimmy.

Tim peneliti juga melakukan analisis mendalam terhadap berbagai regulasi daerah terkait DBHCHT. Mulai dari Peraturan Gubernur DIY Nomor 52 Tahun 2022 tentang Tata Cara Bantuan Langsung Tunai DBHCHT; Peraturan Bupati Bantul Nomor 60 Tahun 2024 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Langsung Tunai DBHCHT; Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 60 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Langsung Tunai DBHCHT; Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 44 Tahun 2024 tentang Pemberian BLT DBHCHT; hingga Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Bantuan Langsung Tunai DBHCHT.

“Analisis ini membantu memberikan gambaran komprehensif tentang bagaimana kebijakan diterjemahkan di tingkat daerah,” kata Wimmy.

Selain melakukan penelitian secara mendalam terkait kebijakan implementasi dan penggunaan DBHCHT, Tim Pengmas FISIP UB juga melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat yang sangat bermanfaat. Yakni mengadakan sosialisasi dan diskusi kelompok terarah dengan berbagai stakeholder di lokasi penelitian.

“Kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kebijakan DBHCHT sekaligus mendengar aspirasi langsung dari masyarakat yang terdampak,” ujar Wimmy.

Dalam kegiatan pengabdian tersebut, terungkap bahwa petani dan pelaku UMKM sebagai penggerak perekonomian tembakau rakyat merasa paling dirugikan dalam beberapa kebijakan yang ada.

“Kurangnya transparansi dalam pelaporan penggunaan dana dan minimnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat dana DBHCHT menjadi keluhan utama yang sering disampaikan,” tutur Wimmy.

Dari temuan-temuan tersebut, tim peneliti merekomendasikan perlunya reformasi kebijakan yang mencakup peningkatan transparansi dalam pengelolaan dan alokasi dana, penguatan pengawasan terhadap penggunaan DBHCHT, serta penyesuaian kebijakan yang lebih tepat sasaran untuk petani tembakau. Pihaknya juga menyarankan reformasi sistem verifikasi yang tidak sepenuhnya bergantung pada DTKS dan peningkatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.

Lebih lanjut, Wimmy menyebut bahwa penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi pemerintah daerah di wilayah Provinsi DIY dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan DBHCHT. Pihaknya juga mengatakan, bahwa penelitian ini tidak hanya mengidentifikasi permasalahan dalam implementasi DBHCHT, tetapi juga memberikan panduan praktis untuk reformasi kebijakan yang lebih efektif dan transparan.

Iklan
Iklan
Iklan