SUARAMALANG.COM, Jakarta – Ultimatum keras Presiden Prabowo Subianto terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menciptakan tekanan terbesar dalam sejarah modern reformasi kepabeanan Indonesia.
Peringatan itu memuncak pada ancaman pembekuan instansi serta pengembalian fungsi pemeriksaan kepabeanan kepada surveyor swasta internasional Société Générale de Surveillance (SGS) seperti era Orde Baru apabila kinerja Bea Cukai tak kunjung membaik.
Pernyataan tersebut kembali disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ketika berbicara di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
“Kalau kita gagal memperbaiki, nanti 16.000 orang pegawai Bea Cukai dirumahkan,” ujar Purbaya dalam pernyataannya di hadapan anggota dewan dan jurnalis.
Purbaya mengakui bahwa persepsi publik terhadap instansi kepabeanan itu berada “di titik kritis”, terutama karena sorotan terus meningkat dari media, masyarakat, hingga Presiden.
Menurutnya, citra Bea Cukai yang merosot tidak hanya menghambat kepercayaan publik tetapi juga mengganggu agenda reformasi yang dikejar pemerintah.
Di tengah ancaman pembekuan tersebut, Purbaya menegaskan dirinya telah memasang badan dengan meminta waktu satu tahun untuk menjalankan pembersihan internal tanpa intervensi pihak luar.
“Saya sudah minta waktu keberhasilannya satu tahun untuk tidak diganggu dulu. Biarkan saya, beri waktu saya untuk memperbaiki Bea Cukai, karena ancaman ini serius,” tegasnya dalam forum resmi yang sama.
Ultimatum ini sebenarnya bukan yang pertama disampaikan Presiden Prabowo, sebab dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025), ia telah menyampaikan kritik tajam terhadap budaya birokrasi Bea Cukai.
“Bea Cukai harus beres jangan macam-macam lagi, cari prosedur yang mengada-ngada, memperlama-memperlama begitu. Sudah lama kita jadi orang Indonesia,” ujar Prabowo di hadapan investor dan ekonom pada acara tersebut.
Krisis citra Bea Cukai kian membesar seiring maraknya laporan publik mengenai nilai pabean tidak wajar, banjir impor ilegal, dugaan perlakuan khusus terhadap figur publik, hingga berbagai kasus korupsi yang menyeret para pejabat instansi itu.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai impor pakaian bekas yang tergolong ilegal terus naik dari tahun ke tahun dan menekan industri tekstil nasional.
Keluhan viral di media sosial terkait nilai pabean yang dinilai tidak sesuai juga berulang, termasuk kasus mainan Megatron dan bea masuk sepatu senilai Rp31,8 juta yang sempat memicu perdebatan publik.
Di sisi lain, laporan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers dari USTR Amerika Serikat turut menyoroti potensi praktik korupsi, beban administratif tinggi, dan ketidakpastian peraturan dalam proses pemeriksaan Bea Cukai Indonesia.
Purbaya menegaskan bahwa pemerintah mulai mendorong penggunaan teknologi artificial intelligence (AI) untuk mendeteksi under-invoicing yang selama ini menjadi celah kebocoran penerimaan negara.
Ia meyakini sumber daya manusia Bea Cukai memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan signifikan apabila diberikan arah yang jelas dan pengawasan ketat.
Ancaman presiden dan komitmen menteri kini menjadi titik balik penentu apakah Bea Cukai akan mampu keluar dari krisis reputasi atau menghadapi restrukturisasi besar-besaran.
