SUARAMALANG.COM, Jakarta – Fenomena unik bertajuk “Stop Tot Tot Wuk Wuk” tengah viral di media sosial dan menjadi pembicaraan hangat di kalangan pengguna jalan di berbagai kota.
Gerakan ini lahir sebagai bentuk kejenuhan publik terhadap maraknya penyalahgunaan sirene dan strobo yang digunakan secara ilegal oleh pengendara, termasuk oknum pejabat, untuk membelah kemacetan di jalan raya.
Istilah “Tot Tot” merujuk pada bunyi sirene, sedangkan “Wuk Wuk” menggambarkan suara strobo yang kerap dipakai kendaraan yang tidak memiliki hak prioritas.
Kemunculan gerakan ini tidak lepas dari banyaknya video yang diunggah warganet, memperlihatkan perilaku arogan pengendara yang memaksa kendaraan lain memberi jalan.
Masyarakat menilai tindakan tersebut merusak ketertiban dan membahayakan keselamatan lalu lintas karena sirene dan strobo seharusnya hanya digunakan pada kondisi darurat.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan jelas membatasi penggunaan perangkat tersebut hanya untuk ambulans, mobil pemadam kebakaran, kendaraan polisi, serta kendaraan pengawalan VVIP resmi negara.
Pasal 59 dan Pasal 134 UU LLAJ menegaskan bahwa kendaraan darurat memiliki prioritas tertinggi di jalan, sementara kendaraan pribadi yang menggunakan strobo atau sirene tanpa izin termasuk pelanggaran hukum.
Pelanggaran ini diancam sanksi pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda maksimal Rp500.000 sebagaimana diatur dalam Pasal 287 ayat (4) UU LLAJ.
Gelombang protes publik melalui media sosial membuat gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” berkembang menjadi simbol perlawanan terhadap penyalahgunaan fasilitas negara.
Banyak warganet yang menggunakan tagar #StopTotTotWukWuk untuk mendorong aparat penegak hukum bertindak tegas, sehingga fenomena ini tidak lagi menjadi kebiasaan yang meresahkan.
Video-video yang viral memperlihatkan pengendara biasa yang nekat menghentikan mobil berstiker pejabat karena memaksa jalan dengan sirene ilegal.
Aksi tersebut menuai dukungan publik sebagai bentuk kontrol sosial yang dilakukan secara damai dan kreatif.
Pakar transportasi publik menilai fenomena ini menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat yang mulai menurun terhadap ketegasan aparat dalam menindak pelanggaran di jalan raya.
Gerakan ini juga menjadi pengingat bahwa jalan raya adalah fasilitas umum yang harus digunakan secara adil, tanpa ada pihak yang merasa memiliki hak istimewa kecuali dalam kondisi darurat.
Dengan semakin luasnya perhatian publik, gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” diharapkan mendorong penertiban menyeluruh dan memperkuat budaya tertib lalu lintas di Indonesia.
Pewarta : M.Nan