Iklan

6.452 Pelajar Keracunan Massal Program MBG, Pemerintah Diminta Tetapkan Bencana Nasional

Iklan

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program andalan pemerintahan Prabowo-Gibran kini menghadapi krisis nasional setelah ribuan pelajar terkapar akibat keracunan massal.

JPPI mencatat 6.452 kasus keracunan MBG di berbagai provinsi hingga 21 September 2025, menjadikan kasus ini salah satu krisis kesehatan anak terbesar dalam program pemerintah.

Iklan

Data resmi Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut 4.711 kasus sejak Januari hingga 22 September 2025, menandai perbedaan pencatatan namun tetap menunjukkan skala masalah yang serius.

Tragedi terbaru di Bandung Barat menambah korban hingga 1.171 pelajar hanya dalam tiga hari, menjadikan kabupaten ini episentrum keracunan nasional.

Selain Bandung Barat, kasus serupa juga terjadi di Mamuju, Sulawesi Barat, dengan belasan siswa keracunan akibat saus kedaluwarsa, dan di Ketapang, Kalimantan Barat, di mana 25 siswa dan guru keracunan menu ikan hiu goreng dari dapur SPPG.

Gejala yang dialami korban termasuk sesak napas, pusing, mual, dan sakit perut, berbeda dari gejala keracunan umum yang biasanya disertai diare, menandai pola kelainan serius.

Menurut Kepala BGN, Dadan Hindayana, dugaan awal penyebab keracunan di Bandung Barat adalah kesalahan teknis dapur SPPG, yaitu memasak terlalu awal sehingga makanan tersimpan terlalu lama sebelum distribusi.

Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 23 September 2025 untuk mempercepat penanganan korban dan evaluasi dapur SPPG.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menilai kasus ini sudah cukup untuk dikaji sebagai bencana nasional non-alam.

“Kondisi yang tak normal ini mestinya pemerintah harus menetapkan sebagai KLB dan program dihentikan sementara untuk evaluasi menyeluruh,” kata Ubaid pada 21 September 2025.

Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, peristiwa dapat dikategorikan bencana nasional jika menimbulkan korban besar, terjadi lintas provinsi, berdampak signifikan secara sosial-ekonomi, dan pemerintah daerah tidak mampu menanganinya sendiri.

Dengan lebih dari 6.000 korban tersebar di beberapa provinsi, kasus MBG memenuhi kriteria bencana nasional non-alam.

Hingga kini pemerintah pusat belum menghentikan program MBG meski tekanan publik meningkat dan korban terus bertambah.

Menko PMK, Muhaimin Iskandar, menegaskan pemerintah masih fokus pada evaluasi program dan belum ada rencana penghentian sementara.

“Tidak ada rencana penyetopan, saya belum mendengar. Tapi semua kejadian harus dijadikan bahan evaluasi,” kata Muhaimin pada 24 September 2025.

Program MBG untuk APBN 2026 telah mengunci anggaran Rp355 triliun, yang menyulitkan perubahan skema menjadi bantuan tunai meski beberapa anggota DPR mengusulkan opsi tersebut.

Anggota DPR Fraksi PDIP, Charles Honoris, menyarankan agar dana MBG disalurkan langsung ke orang tua agar mereka bisa memasak sesuai kebutuhan anak, namun usulan ini ditolak oleh BGN.

Publik menilai keputusan pemerintah ini menekankan kepentingan politik dan anggaran besar dibanding keselamatan anak-anak.

Ribuan pelajar yang menjadi korban menunjukkan perlunya pemerintah meninjau ulang skema MBG dan mempertimbangkan penetapan bencana nasional non-alam untuk penanganan lebih cepat, transparan, dan menyeluruh.

Jika status bencana nasional tidak segera ditetapkan, risiko korban terus meningkat dan kepercayaan publik terhadap program nasional akan semakin terkikis.

Pewarta : M.Nan

Iklan
Iklan
Iklan