Iklan

67% Kapolsek Dinilai Under Performance, Polri Diwarnai Respons Lambat dan Dugaan Power Abuse

Iklan

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Rapat dengar pendapat (RDP) antara Polri dan Komisi III DPR pada Selasa (18/11/2025) membuka sejumlah persoalan serius mengenai lambatnya respons kepolisian dan buruknya kinerja sebagian besar pejabat di lini terdepan pelayanan publik.

Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia Komjen Pol Dedi Prasetyo dalam RDP tersebut mengungkap bahwa kinerja kapolsek hingga kapolres ternyata banyak yang berada di bawah standar.

Iklan

“Kami lihat dari 4.340 kapolsek 67 persen ini under performance. Kenapa under performance? Hampir 50 persen Kapolsek kami itu diisi oleh perwira-perwira lulusan PAG (Pendidikan Alih Golongan),” ujar Dedi.

Ia menjelaskan bahwa persoalan ini tidak hanya berhenti di tingkat kapolsek, tetapi juga ditemukan pada jenjang kapolres.

“Kemudian Kapolres, dari 440 Kapolres yang sudah kami lakukan assessment, 36 Kapolres kami under performance. Ini catatan dari kami, kami harus melakukan perbaikan,” ungkapnya.

Dedi juga menguraikan bahwa kinerja direktur reserse kriminal di sejumlah daerah masih belum memenuhi ekspektasi internal.

“Demikian juga di Reskrim. Dari 47 Dir Reskrim yang sudah konsen, 15 under performance,” sambungnya.

Temuan tersebut memperlihatkan bahwa persoalan kinerja dan kualitas SDM di tubuh Polri tidak berhenti pada layanan respons darurat, tetapi merentang hingga ke struktur komando yang mestinya menjadi motor penggerak pelayanan publik.

Dalam kesempatan yang sama, Dedi mengakui bahwa respons Polri terhadap laporan masyarakat masih jauh dari standar ideal PBB.

“Di bidang SPKT, dalam laporan masyarakat, lambatnya quick response time. Quick response time standar PBB itu di bawah 10 menit, kami masih di atas 10 menit. Ini juga harus kami perbaiki,” ujarnya.

Kondisi ini membuat masyarakat lebih memilih instansi lain ketika membutuhkan pertolongan cepat.

“Saat ini masyarakat lebih mudah melaporkan segala sesuatu ke Damkar, karena Damkar quick response-nya cepat,” kata Dedi.

Untuk menjawab persoalan tersebut, Polri memprioritaskan optimalisasi layanan aduan 110.

“Dengan perubahan optimalisasi 110, harapan kami setiap pengaduan masyarakat bisa direspons di bawah 10 menit,” ujarnya.

Namun, selain lambatnya respons, Komisi III DPR juga menyoroti penyalahgunaan kewenangan dan praktik kriminalisasi yang menurut data YLBHI dan LBH masih terus terjadi.

“Masih sering terjadi, Pak Wakapolri, itu persoalan kriminalisasi dan tindakan kekerasan … sepanjang 2019–2024 setidaknya terdapat 95 kasus kriminalisasi,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Rano Alfath.

Ia menegaskan bahwa persoalan tersebut menjerat berbagai kelompok masyarakat, mulai dari petani hingga jurnalis.

“Baik itu yang menjeratnya latar belakangnya beda-beda … Ini jadi persoalan kita sendiri,” ujarnya.

Di tengah berbagai temuan tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan evaluasi menyeluruh terhadap proses rekrutmen Polri.

“Kalau misalkan direkrut dengan baik, dididik dengan baik, maka akan menghasilkan anggota-anggota kepolisian yang baik. Pola-pola ini yang sedang dilakukan oleh asisten SDM,” kata Dedi.

Ia menambahkan bahwa Polri kini menggandeng pihak eksternal untuk mengawasi langsung proses rekrutmen agar lebih bersih dan akuntabel.

RDP ini memperlihatkan bahwa reformasi Polri membutuhkan langkah konkret, mulai dari memperbaiki kecepatan respons, memperkuat SDM, menghentikan penyalahgunaan kewenangan, hingga menata ulang sistem rekrutmen yang selama ini menjadi pintu masuk kualitas aparat.

Iklan
Iklan
Iklan