SUARAMALANG.COM, Surabaya – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi menetapkan mantan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Saiful Rachman, sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan belanja hibah dan pengadaan barang untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tahun anggaran 2017.
Penetapan tersangka dilakukan pada Jumat, 12 September 2025, setelah penyidik mengantongi alat bukti yang cukup yang menunjukkan keterlibatan Saiful dalam proses pengadaan yang merugikan keuangan negara.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim, Windhu Sugiarto, menyatakan bahwa status tersangka ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan yang telah dilakukan sejak Agustus 2025.
“Penyidik menetapkan SR sebagai tersangka setelah adanya barang bukti yang mengarah pada kasus hibah SMK Dinas Pendidikan Jatim tahun 2017,” ujarnya, Jumat, 12 September 2025.
Windhu menjelaskan lebih lanjut bahwa peran Saiful terungkap setelah penyidik menemukan adanya dugaan rekayasa sistematis dalam proses pengadaan barang.
“Penetapan tersangka dilakukan setelah kami memperoleh bukti yang cukup terkait peran SR dalam pengadaan barang dan jasa untuk SMK tahun 2017,” jelasnya pada kesempatan yang sama.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Saiful Rachman tidak langsung ditahan oleh Kejati Jatim.
“Tersangka tidak dilakukan penahanan karena saat ini statusnya sedang menjalani hukuman badan dalam kasus korupsi DAK,” terang Windhu, Jumat, 12 September 2025.
Saiful sebelumnya telah divonis bersalah dalam perkara korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) 2018 yang merugikan negara sebesar Rp8,2 miliar, dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta berdasarkan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya pada akhir 2023.
Dalam kasus hibah SMK ini, Kejati Jatim juga menetapkan dua tersangka lain yang lebih dulu terungkap, yaitu Hudiyono yang menjabat sebagai Kabid SMK sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan JT, pihak swasta yang mengendalikan perusahaan pemenang tender.
Penyidikan mengungkapkan bahwa Saiful mempertemukan Hudiyono dan JT untuk merencanakan pengaturan pengadaan barang hibah.
“SR mempertemukan JT dengan Hudiyono dan menunjuk JT sebagai pelaksana kegiatan,” tutur Windhu, Jumat, 12 September 2025.
Barang yang diadakan dalam program hibah ini dikirimkan dalam tiga tahap kepada 44 SMK swasta dan 61 SMK negeri di Jawa Timur, sesuai dengan SK Gubernur dan SK Kepala Dinas Pendidikan.
Namun, barang-barang tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah penerima dan sebagian besar tidak dapat dimanfaatkan, sehingga menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar.
“Hasil penyidikan menunjukkan bahwa jenis barang ditentukan tanpa melalui analisis kebutuhan sekolah penerima barang, melainkan berasal dari stok barang yang sudah tersedia pada JT,” ungkap Windhu.
Ia menambahkan bahwa proses lelang hanya formalitas karena pemenang tender telah ditentukan sebelumnya.
“Proses pengadaan dilakukan melalui mekanisme lelang yang telah dikondisikan sebelumnya, sehingga pemenang kegiatan adalah perusahaan di bawah kendali JT,” tambahnya.
Berdasarkan hasil perhitungan sementara, kerugian negara dalam kasus hibah SMK 2017 mencapai Rp179,975 miliar, namun angka final masih menunggu audit resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur.
“Kerugian negara sementara diperkirakan Rp179,975 miliar, namun angka final masih menunggu audit resmi BPK Perwakilan Jatim,” jelas Windhu, Jumat, 12 September 2025.
Kasus ini juga memiliki kemiripan dengan perkara pengadaan alat kesenian untuk SMK swasta tahun 2017 yang bernilai Rp65 miliar, di mana setiap sekolah seharusnya menerima barang senilai Rp2,6 miliar tetapi hanya menerima barang senilai sekitar Rp2 juta.
Dalam proses penyidikan, sedikitnya 25 kepala sekolah dan sejumlah pejabat dinas terkait telah diperiksa sebagai saksi untuk memperkuat bukti keterlibatan para tersangka.
Kejati Jatim menegaskan bahwa penyidikan akan terus dikembangkan untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, mengingat jumlah kerugian negara yang sangat besar dan dampaknya terhadap kualitas pendidikan di Jawa Timur.
Pewarta : M.Nur