SUARAMALANG.COM, Sidoarjo – Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo mulai menapaki kebangkitan setelah tragedi ambruknya mushala pada 29 September 2025 yang menewaskan 63 santri dan melukai puluhan lainnya. Kini, pihak pesantren bersiap memulai gerakan donasi besar dari alumni di berbagai belahan dunia untuk membangun kembali fasilitas yang rusak.
Perwakilan pesantren sekaligus Ketua Alumni Ponpes Al Khoziny, KH Zainal Abidin, menyampaikan bahwa semangat gotong royong alumni menjadi harapan utama kebangkitan lembaga pendidikan Islam tersebut. Ia mengatakan, “Karena alumni kita seluruh dunia, alumni di luar negeri banyak sekali. Sehingga saya yakin masih sangat mungkin kalau hanya untuk membangun itu pelan-pelan minta bantuan alumni untuk donasi.”
Zainal menegaskan bahwa pihaknya belum mengajukan bantuan formal kepada pemerintah, meskipun sempat beredar wacana penggunaan dana APBN untuk pembangunan ulang. Ia menambahkan, “Kita belum pernah membuat dan mengajukan proposal, walaupun misal ada pihak yang menyampaikan (bantuan APBN) ke media.”
Kegiatan belajar mengajar di ponpes juga mulai kembali berjalan secara bertahap. Menurut Zainal, sebagian santri telah kembali ke pondok pada Jumat (17/10/2025) malam. Ia menjelaskan, “Malam ini sudah mulai ada santri yang kembali ke pondok, khususnya santri yang kuliah serta santri-santri jenjang madrasah aliyah (setara SMA) maupun madrasah sanawiah (setara SMP).”
Untuk sementara, proses belajar dipusatkan di Gedung Kuliah II Institut Agama Islam (IAI) Al Khoziny Fakultas Syari’ah yang sebelumnya menjadi posko Badan SAR Nasional saat proses evakuasi. Ia juga menegaskan, “Yang penting ponpes akan terus memberikan pelayanan pendidikan agar proses pembelajaran tidak terbengkalai.”
Selain fokus pada pemulihan akademik, para alumni juga bergerak membantu pemulihan sosial bagi santri korban tragedi. Zainal menambahkan, “Alumni akan bantu adik-adik santri khususnya yang memiliki kebutuhan khusus akibat musibah ini untuk mendapatkan beasiswa sekolah hingga jenjang S2 atau magister.”
Pihak alumni bahkan menyiapkan pendampingan trauma bagi keluarga korban. Dukungan moral dan finansial dari jaringan alumni luar negeri disebut menjadi modal penting agar Ponpes Al Khoziny bisa bangkit tanpa harus sepenuhnya bergantung pada bantuan pemerintah.
Meski begitu, Zainal tetap membuka peluang kerja sama teknis dengan pemerintah untuk memastikan pembangunan ulang sesuai standar. Ia mengatakan pula, “Memberikan sumbangan minimal site plan dibantu ditata, kemudian konstruksi standar nasionalnya misal gedung ini untuk ini. Mungkin dibantu gambar atau tenaga ahli untuk penyelesaian gedung.”
Sementara proses pembangunan menunggu kesiapan, seluruh kegiatan pesantren kini dijalankan secara mandiri dengan semangat kebersamaan. “Untuk sementara kita upayakan mandiri dari para santri dan alumni yang tersebar di mana-mana itu,” pungkas Zainal.
Kebangkitan Ponpes Al Khoziny menjadi simbol keteguhan dunia pendidikan Islam di tengah musibah besar. Melalui gotong royong dan solidaritas lintas generasi, pesantren ini membuktikan bahwa nilai keikhlasan dan perjuangan masih menjadi fondasi utama pendidikan yang berdaya dan berkeadaban.