SUARAMALANG.COM, Jakarta – Ketimpangan penghasilan semakin mencolok di Indonesia 2025, saat anggota DPR bisa menerima hingga Rp104 juta per bulan, sementara guru honorer dan pekerja informal hanya memperoleh Rp300 ribu hingga Rp2,5 juta per bulan—jauh di bawah standar kebutuhan hidup layak.
Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin secara terbuka menyatakan, “Take home pay itu lebih dari Rp100 juta, so what gitu loh. Rp 3 juta per hari, bayangkan kalau dengan wartawan berapa? Saya bersyukur sekali.” saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2025.
Menunjang pernyataan TB Hasanuddin, Ketua DPR Puan Maharani menegaskan, “Enggak ada kenaikan . Hanya sekarang DPR sudah tidak mendapatkan rumah jabatan, namun diganti dengan kompensasi uang rumah. Itu saja karena rumahnya sudah dikembalikan ke pemerintah. Itu saja,” kepada wartawan saat ditemui di Istana Merdeka, Minggu, 17 Agustus 2025
Gaji DPR: Rp54,05 Juta + Rp50 Juta
Merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000 dan Surat Menkeu S-520/MK.02/2015, anggota DPR memperoleh:
-
Gaji pokok Rp4,2 juta.
-
Tunjangan jabatan Rp9,7 juta.
-
Tunjangan komunikasi Rp15,5 juta.
-
Tunjangan listrik dan telepon Rp7,7 juta.
-
Tunjangan kehormatan Rp5,6 juta.
-
Tunjangan keluarga dan beras Rp2,4 juta.
-
Uang sidang serta komponen lain.
Jika dijumlah, komponen resmi yang melekat mencapai Rp54,05 juta per bulan.
Selain itu, DPR juga mendapat tunjangan rumah rakyat Rp50 juta per bulan jika tidak menempati rumah dinas.
Dengan demikian, total take home pay anggota DPR bisa mencapai Rp104,05 juta per bulan.
Peneliti ICW, Egi Primayogha, pada 21 Juli 2024 menyebut angka ini berlebihan.
“Di satu sisi pemerintah selalu berbicara soal keterbatasan APBN, tetapi di sisi lain penghasilan anggota DPR bisa menembus Rp100 juta per bulan. Ada ironi di sini ketika rakyat kecil masih kesulitan memenuhi kebutuhan pokok,” ujarnya.
Guru Honorer: Rp300 Ribu–Rp2,5 Juta
Kondisi berbanding terbalik dialami guru honorer.
Data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Oktober 2024 menunjukkan sebagian guru honorer di daerah masih menerima hanya Rp300 ribu–Rp1,5 juta per bulan, sedangkan di kota besar rata-rata Rp2–Rp2,5 juta.
Ketua Umum FSGI Retno Listyarti, pada konferensi pers 5 Oktober 2024 menegaskan, “Guru honorer bekerja dengan beban jam mengajar sama dengan guru ASN, tetapi pendapatan mereka jauh dari layak. Tidak jarang guru honorer harus mencari pekerjaan sampingan hanya untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya.”
Pekerja Informal: Rp1,15–Rp1,8 Juta
Sektor informal yang menyerap lebih dari 60 persen tenaga kerja nasional juga mengalami hal serupa.
Data BPS 2024 mencatat rata-rata penghasilan:
-
Pertanian: Rp1,15 juta.
-
Jasa: Rp1,72 juta.
-
Industri: Rp1,8 juta.
Jika dirata-rata, pekerja informal hanya memperoleh sekitar Rp1,58 juta per bulan, jauh dari KHL yang berada di kisaran Rp3,5–Rp5 juta.
Tanpa jaminan sosial dan kepastian kerja, pekerja sektor informal hidup dalam kondisi sangat rentan.
Perbandingan langsung menunjukkan perbedaan yang signifikan :
-
DPR: Rp104,05 juta.
-
KHL Nasional: Rp3,5–Rp5 juta.
-
Pekerja informal: Rp1–Rp2,5 juta.
-
Guru honorer: Rp0,3–Rp2,5 juta.
Dengan kata lain, gaji DPR setara 30–40 kali lipat penghasilan guru honorer dan pekerja informal.
infografis perbandingan penghasilan
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira pada 14 November 2024 menegaskan, “Sudah saatnya pemerintah dan DPR tidak hanya bicara mengenai pertumbuhan ekonomi, tetapi fokus pada distribusi yang adil. Pekerja informal dan guru honorer harus mendapatkan perhatian serius dalam kebijakan ketenagakerjaan.”
Kontras Rp104 juta vs Rp1 juta ini bukan sekadar angka statistik, tetapi potret nyata ketidakadilan struktural.
Ketika standar KHL sudah Rp3,5–Rp5 juta, tetapi jutaan rakyat hanya mampu hidup dengan seperempatnya, maka wajar jika publik mempertanyakan keadilan dalam prioritas kebijakan negara.
Pewarta : M.Nur