Gawat! Seluruh Dapur MBG di Jakarta Masih Nol Sertifikasi Higiene Sanitasi

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Hingga awal Oktober 2025, seluruh dapur program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Jakarta tercatat belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) yang menjadi syarat utama keamanan pangan.

Fakta ini diungkap Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, yang menyebut 180 dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Ibu Kota masih dalam proses pengajuan sertifikasi.

“Kalau yang berbasis sertifikat belum ada, sedang berproses semua,” kata Ani saat ditemui di Jakarta, Sabtu (4/10/2025).

Pemerintah pusat sebelumnya mewajibkan seluruh dapur MBG memiliki SLHS sejak September 2025, menyusul maraknya kasus keracunan makanan gratis di berbagai daerah.

Di Jakarta, kasus keracunan sempat menimpa 60 siswa dari 10 lokasi berbeda, dengan hasil laboratorium menunjukkan sebagian besar disebabkan bakteri akibat proses pengolahan dan distribusi makanan yang tidak sesuai standar.

SLHS merupakan dokumen resmi yang menyatakan bahwa suatu fasilitas pangan telah laik secara higiene dan sanitasi, meliputi aspek kebersihan dapur, kualitas sumber daya manusia, pemilihan bahan baku, hingga distribusi makanan.

Tanpa sertifikat ini, secara hukum dapur MBG di Jakarta belum dapat disebut resmi memenuhi standar higiene dan sanitasi yang ditetapkan pemerintah.

Ani menegaskan pihaknya bersama Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) mempercepat proses penerbitan dengan melakukan inspeksi ulang kesehatan lingkungan di setiap dapur MBG.

“Jadi secara masif kami akan melakukan inspeksi kesehatan lingkungan ulang agar bisa segera diterbitkan SLHS,” ujar Ani.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa percepatan sertifikasi harus rampung dalam waktu satu bulan.

“Percepatan ini harus rampung dalam waktu satu bulan,” tegas Budi.

Ia menambahkan pengawasan penuh dilakukan bersama Badan Gizi Nasional (BGN) mulai dari pengadaan bahan baku, proses masak, hingga distribusi makanan ke siswa penerima program MBG.

Secara nasional, sejak program percepatan diluncurkan September 2025, lebih dari 100 dapur MBG di daerah lain sudah berhasil memperoleh sertifikat laik higiene sanitasi.

Namun di Jakarta, belum ada satupun dapur yang berhasil menyelesaikan proses sertifikasi, meski jumlah dapurnya mencapai 180 titik layanan.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keamanan makanan yang dikonsumsi ribuan siswa penerima program MBG setiap harinya.

Dari sisi regulasi, sertifikasi higiene sanitasi bukan hanya formalitas administratif, tetapi bentuk perlindungan hukum atas hak anak untuk mendapatkan makanan yang aman dan layak.

Kewajiban ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, serta Peraturan Menteri Kesehatan terkait standar higiene dan sanitasi pangan.

UU tersebut menegaskan bahwa setiap fasilitas pengolahan pangan wajib memenuhi syarat keamanan, mutu, dan gizi sebelum didistribusikan ke masyarakat luas.

Dengan kata lain, jika dapur MBG belum memiliki SLHS, maka fasilitas tersebut belum sah diakui sebagai penyelenggara layanan pangan yang laik secara hukum.

Fakta bahwa seluruh dapur MBG di Jakarta masih nol sertifikat membuat proses percepatan ini menjadi krusial dan mendesak.

Apalagi, kasus keracunan sebelumnya membuktikan bahwa kelalaian dalam pengolahan dan distribusi bisa berdampak langsung terhadap kesehatan siswa.

Pemerintah DKI bersama Kementerian Kesehatan menargetkan dalam waktu satu bulan ke depan semua dapur MBG di Jakarta sudah mengantongi SLHS sebagai bukti laik higiene dan sanitasi.

Harapannya, program Makanan Bergizi Gratis tetap dapat berjalan, tetapi dengan jaminan keamanan pangan yang lebih kuat demi melindungi ribuan anak penerima manfaat.

Keterlambatan sertifikasi menjadi catatan kritis agar tidak terulang lagi di masa depan, sebab kepercayaan publik terhadap program ini sangat ditentukan oleh standar keamanan dan mutu makanan yang disajikan.

Pewarta : M.Nan

Exit mobile version