Iklan

Istana Bantah Surpres Pergantian Kapolri, Gejolak Politik Memanas Pasca Demo Berdarah

Iklan

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Isu pergantian Kapolri kembali memanas setelah gelombang demonstrasi besar yang berakhir ricuh di berbagai daerah Indonesia sejak akhir Agustus hingga awal September 2025.

Kabar yang beredar menyebut Presiden Prabowo Subianto telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR RI terkait pergantian Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Iklan

Demonstrasi ini dipicu insiden tertabraknya seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan oleh kendaraan anggota Brimob pada akhir Agustus 2025.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat sedikitnya 10 orang meninggal dunia dalam rentetan aksi protes yang diwarnai bentrokan antara aparat keamanan dan massa di sejumlah daerah, termasuk Jakarta.

Sejumlah pihak mulai dari mahasiswa, aktivis, hingga pengamat kepolisian mendesak Presiden mengganti Kapolri karena dianggap gagal menjaga stabilitas keamanan dan mengendalikan situasi yang menyebabkan korban jiwa.

Namun, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi secara tegas membantah kabar yang menyebut Presiden telah mengirimkan Surpres ke DPR RI.

“Sebenarnya, berkenaan dengan Surpres pergantian Kapolri ke DPR itu tidak benar,” kata Prasetyo kepada wartawan, Sabtu (13/9/2025).

Prasetyo menjelaskan bahwa bantahan ini sejalan dengan pernyataan pimpinan DPR RI yang juga memastikan belum ada surat resmi dari Presiden terkait pergantian Kapolri.

“Karena itu, memang belum ada Surpres yang dikirim ke DPR mengenai pergantian Kapolri, sebagaimana juga sudah disampaikan oleh pimpinan DPR,” tegasnya.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad turut memastikan pihaknya belum menerima surat Presiden.

“Sampai saat ini, pimpinan DPR belum terima surat Presiden mengenai pergantian Kapolri,” ujar Dasco, Jumat (12/9/2025) malam.

Serupa dengan Dasco, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, menyatakan belum ada informasi resmi terkait adanya Surpres dari Presiden.

“Iya, jadi, kita belum tahu kebenarannya. Kami sendiri juga belum mendapat kabar terkait adanya Surpres ke DPR dalam hal pergantian Kapolri. Kalaupun memang ada, itu sudah menjadi kewenangan Presiden,” ucap Nasir, Sabtu (13/9/2025).

Nasir kemudian menjelaskan bahwa mekanisme pengangkatan maupun pemberhentian Kapolri diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Dari ketentuan undang-undang, disebutkan bahwa penunjukan maupun pemberhentian Kapolri dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Jadi kalaupun benar ada surat itu, ya memang sesuai aturan,” jelasnya.

Di tengah isu pergantian Kapolri, sejumlah nama perwira tinggi Polri berpangkat Komisaris Jenderal mulai beredar di publik sebagai calon kuat Kapolri, yaitu Komjen Dedi Prasetyo yang saat ini menjabat Wakapolri, Komjen Suyudi Ario Seto yang menjabat Kepala BNN, Komjen Syahardiantono yang menjabat Kabareskrim, serta Komjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho yang kini bertugas di penugasan non-struktur sebagai Sekjen KKP.

Nasir Djamil menegaskan DPR belum melakukan validasi terkait nama-nama tersebut.

“Begitu juga, soal nama-nama yang beredar di publik. Ada yang bilang inisial D, ada yang bilang inisial S. Kita pun tidak tahu siapa sebenarnya. Apakah itu Wakapolri saat ini, ataukah Suyudi yang sekarang menjabat Kepala BNN? Kita belum bisa memastikan,” tegasnya.

“Jadi, intinya, sampai sekarang kami belum dapat validasi mengenai hal itu. Tapi sekali lagi, sepenuhnya itu adalah kewenangan Presiden,” sambungnya.

Sementara itu, Presiden Prabowo menunjukkan sikap untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap institusi kepolisian di tengah sorotan publik.

Hal ini diungkapkan oleh Pendeta Gomar Gultom usai dialog Gerakan Nurani Bangsa dengan Presiden di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (11/9/2025).

“Tadi, kami juga menyampaikan kepada Presiden perlunya evaluasi dan reformasi kepolisian. Hal itu langsung disambut oleh Pak Presiden yang mengatakan akan segera membentuk tim atau komisi reformasi kepolisian,” kata Gomar.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai pergantian Kapolri bukan solusi utama untuk memperbaiki institusi kepolisian.

“Menurut saya, yang dibutuhkan bukan hanya mengganti Kapolri, tetapi juga membangun sistem agar Polri berjalan sesuai harapan masyarakat,” ungkap Bambang, Sabtu (13/9/2025).

“Kalau tidak, dibangun sistem yang baik, siapapun Kapolrinya akan sangat berpotensi mempertahankan status quo dan zona nyaman,” tambahnya.

Bambang menegaskan reformasi Polri tidak bisa digantungkan hanya pada figur Kapolri, melainkan harus diawali dengan revisi Undang-Undang Kepolisian.

“Karena itu, pemerintah harus memulainya dengan revisi UU Kepolisian, sehingga perubahan benar-benar menyentuh akar masalah,” jelasnya.

“Problemnya, apakah draft revisi UU Polri nantinya benar-benar menjawab tantangan zaman dan harapan masyarakat, atau justru hanya melindungi kepentingan status quo,” pungkasnya.

Secara hukum, proses pengangkatan dan pemberhentian Kapolri merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.

Namun, keputusan Presiden tetap harus mendapat persetujuan DPR RI sehingga memerlukan proses politik yang kompleks dan berpotensi memicu tarik ulur kepentingan antar elite.

Hingga kini, belum ada bukti resmi bahwa Presiden Prabowo telah mengirim Surpres pergantian Kapolri ke DPR RI.

Meski demikian, desakan publik dan krisis kepercayaan terhadap institusi kepolisian membuat isu ini terus memanas, terutama setelah tragedi demonstrasi berdarah yang menewaskan 10 orang.

Pergantian Kapolri mungkin hanya soal waktu, tetapi yang jauh lebih penting adalah reformasi struktural Polri agar kembali dipercaya masyarakat sebagai pelindung dan pengayom rakyat.

Pewarta : M.Nur

Iklan
Iklan
Iklan