Iklan

Tak Sinkron, Dedi Mulyadi Pakai Laporan Oktober untuk Bantah Tuduhan Purbaya

Iklan

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bantahannya terhadap tudingan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyebut dana Pemprov Jabar sebesar Rp4,1 triliun mengendap di bank.

Perbedaan data menjadi sorotan utama, karena Dedi menggunakan laporan keuangan Oktober 2025, sementara Menkeu Purbaya merujuk pada data September 2025 yang bersumber dari Bank Indonesia.

Iklan

Dedi menegaskan bahwa sejak akhir September hingga pertengahan Oktober, dana yang disebut mengendap sudah tersalur untuk berbagai belanja daerah, termasuk pembayaran pihak ketiga, kontraktor, operasional kantor, listrik, air, pegawai, tenaga outsourcing, serta belanja kepentingan publik dan birokrasi.

Dalam pernyataan resmi melalui akun TikTok-nya, Dedi menjelaskan, “Sehingga, sebelum tanggal 17 Oktober pun memang dana Rp3,8 triliun tidak ada, apalagi Rp4,1 triliun setiap hari sudah dibelanjakan. Nanti bisa dilihat dari data ini, sejak tanggal 30 September 2025 sampai tanggal 16 Oktober 2025, nih rincian dana yang dikeluarkan.”

Ia menambahkan rincian pengeluaran lebih lanjut, “Jadi tidak ada pengendapan itu. Uang itu ada yang keluar, kemudian ada yang masuk. Ada yang keluar apa? Pembayaran ke pihak ketiga, kontraktor, kegiatan kantor, bayar listrik, bayar air, kemudian belanja untuk pegawai, belanja untuk tenaga outsourcing, belanja-belanja kepentingan lainnya yang bersifat layanan publik dan kepentingan pengelolaan birokrasi yang istilahnya adalah barang dan jasa.”

Dedi menegaskan prinsip transparansi, “Kemudian ada juga uang masuk, dana transfer pemerintah pusat, pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat, ini rinciannya. Jadi ini bagian dari transparansi pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat dengan satu pernyataan bahwa tidak ada pengendapan dana. Baik sebelum Menteri menyampaikan 17 Oktober, apalagi setelah.”

Menteri Keuangan Purbaya sebelumnya menyampaikan bahwa sejumlah pemerintah daerah menumpuk dana di bank, termasuk Jawa Barat, yang dianggap memperlambat perputaran ekonomi lokal.

Dedi menekankan bahwa lambatnya serapan anggaran bukan karena sengaja menahan belanja publik, melainkan terkait kebijakan efisiensi yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 serta penyesuaian Perubahan APBD (P-APBD) yang baru diterima dari Kementerian Dalam Negeri.

Koordinasi telah dilakukan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mempercepat serapan belanja produktif, agar dana segera beredar di masyarakat dan mendorong aktivitas ekonomi di 38 kabupaten/kota yang menjadi wilayah administratif Jawa Barat.

Perbedaan penafsiran data ini menimbulkan sorotan publik mengenai sinkronisasi informasi antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya terkait akurasi laporan keuangan dan efektivitas penggunaan APBD.

Sumber resmi dari Bank Indonesia menjadi rujukan Purbaya dalam laporan tersebut, sedangkan Dedi menegaskan transparansi pengeluaran harian di Pemprov Jabar untuk membuktikan bahwa tidak ada dana yang mengendap.

Publik menunggu klarifikasi lebih lanjut dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, terutama terkait percepatan belanja produktif yang berdampak langsung pada pembangunan dan layanan publik di Jawa Barat.

Iklan
Iklan
Iklan