Tender RSUD Kanjuruhan Rp17,2 M Sarat Masalah! Kajari Temukan Celah Dugaan KKN & Konflik Kepentingan

SUARAMALANG.COM, Kabupaten Malang – Proyek pembangunan gedung UGD lantai 1 hingga 4 RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang senilai Rp17,2 miliar yang bersumber dari dana APBN DBHCHT, kembali menjadi sorotan tajam setelah aparat penegak hukum menemukan berbagai kejanggalan dalam proses tender.

Terbaru, Plt. Direktur RSUD Kanjuruhan yang sebelumnya menjabat dalam posisi puncak, kini kembali ke posisi semula yakni  Wakil Direktur di rumah sakit tersebut.

Perubahan jabatan ini semakin memantik perhatian publik karena terjadi di tengah kisruh proses tender yang diduga sarat kepentingan.

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, Rahmat Supriyadi S.H., M.H., secara tegas mengungkapkan adanya banyak kelemahan dalam proses tender pembangunan gedung UGD tersebut.

Kajari menilai bahwa salah satu kelemahan mendasar adalah ketiadaan backup volume untuk menghitung durasi pengerjaan proyek secara akurat.

“Yang dilakukan konsultan hanya menyesuaikan gambar dengan RAB, padahal gambar tiga dimensi juga tidak tersedia dan katanya akan dibuat menyusul,” ungkap Kajari kepada awak media.

Lebih jauh, Kajari menyoroti waktu evaluasi data yang hanya dilakukan selama tiga hari tanpa alasan jelas.

Dengan data yang kompleks, waktu sesingkat itu dinilai mustahil untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dan objektif.

Rahmat Supriyadi bahkan mengancam untuk mundur dari pendampingan proyek RSUD Kanjuruhan karena melihat banyak ketidakwajaran dalam proses yang dijalankan oleh tim pengelola proyek.

“Saya mewakili Kejaksaan berniat akan mengundurkan diri dari proses pendampingan kegiatan RSUD Kanjuruhan ini karena banyak sekali kelemahan dan PPK terkesan main-main dan ada konflik kepentingan juga terkesan,” tegasnya.

Sebelumnya, pendampingan proyek oleh Inspektorat Kabupaten Malang telah dihentikan setelah Kejaksaan turun tangan dalam pendampingan.

Namun Kajari menegaskan, seharusnya Inspektorat tetap terlibat meskipun ada Aparat Penegak Hukum (APH) yang masuk dalam proses tersebut.

“Bahkan Polri dalam hal ini Polres pun bisa dimasukkan dalam pendampingan juga, biar sama-sama, demikian juga Inspektorat tidak perlu mundur,” ujar Rahmat Supriyadi.

Keterangan Inspektorat juga mengungkap bahwa pihak konsultan perencana terlambat dalam menyelesaikan tugasnya.

Semula direncanakan selesai dalam dua bulan, namun realisasi molor menjadi tiga bulan.

Lebih ironis, verifikasi perencanaan hingga kini belum pernah diterima oleh Inspektorat.

Dugaan intervensi mencuat setelah PPK RSUD Kanjuruhan, Rudi, menyampaikan kepada salah satu kontraktor bahwa pemenang tender sudah diputuskan oleh Kejaksaan.

“PT pemenang adalah yang nantinya ditunjuk oleh Kejaksaan, ya karena ini pendampingan Kejaksaan mas jadi ya memenangkan yang menentukan Kejaksaan,” kata Rudi dalam pertemuan dengan kontraktor pada 26 Juni 2025.

Hasilnya, PT Pilar Biru Safir (PBS) keluar sebagai pemenang tender.

Kemenangan PBS ini sejak awal telah diprediksi oleh banyak kontraktor karena adanya dugaan keterkaitan perusahaan dengan keluarga jaksa.

“PT tersebut kan juga dari keluarga jaksa kalau tidak salah anaknya juga ada di situ sebagai jaksa di Kabupaten Malang,” ujar seorang kontraktor yang enggan disebut namanya.

Namun semua tudingan tersebut dibantah tegas oleh Kajari Kabupaten Malang.

“Tidak benar itu mas kalau Kejaksaan yang ikut cawe-cawe kemenangan PT PBS tersebut,” kata Rahmat Supriyadi.

Ia memastikan bahwa Kejaksaan selalu mendorong agar tender dilakukan secara transparan dan tanpa intervensi.

“Utamanya saya, sejak awal selalu menyampaikan agar tender terbuka dan tidak aneh-aneh dan tidak mau saya intervensi,” tegasnya lagi.

Dari sisi hukum, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menegaskan bahwa pengadaan harus dilakukan dengan prinsip efisien, efektif, transparan, dan adil.

Evaluasi data yang dipersingkat tanpa dasar kuat dinilai telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam pengadaan pemerintah.

Di sisi lain, salah satu peserta lelang, PT Cipta Prima Selaras (CPS), resmi mengajukan sanggahan atas kekalahannya.

CPS menilai alasan keguguran mereka tidak berdasar karena dianggap hanya memiliki pengalaman satu tahun di posisi manajer keuangan dan pelaksana.

Padahal CPS memiliki manajer keuangan berpengalaman tiga tahun dan manajer pelaksana empat tahun, yang telah sesuai syarat tender.

Selain itu, nilai penawaran CPS juga lebih rendah dibandingkan PBS.

PBS menawarkan Rp16.604.422.243,41 sedangkan CPS menawarkan Rp15.164.191.039,82, terdapat selisih Rp1,44 miliar.

Sayangnya, CPS tidak pernah diundang untuk pembuktian data, yang seharusnya menjadi tahapan penting dalam proses tender.

Kondisi ini memperkuat indikasi adanya pelanggaran prosedural dan potensi rekayasa dalam pengadaan.

Jika terbukti ada intervensi atau rekayasa, pihak yang terlibat bisa dijerat dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Publik kini menantikan komitmen serius dari Kejaksaan, Polri, dan lembaga pengawasan lainnya untuk mengusut tuntas dugaan kecurangan dalam proyek senilai Rp17,2 miliar ini.

Jangan sampai anggaran publik kembali menjadi bancakan oleh oknum yang memanfaatkan kekuasaan dan jabatan.

Pewarta : Slamet