Usai 100 Juta Rekening Dormant Diaktifkan, E-Wallet Judi Online Jadi Target Baru PPATK

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Belum genap tiga bulan setelah gelombang protes publik akibat pemblokiran rekening dormant, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali berada di pusaran isu panas.

Kali ini, bidikan mereka diarahkan ke dompet digital atau e-wallet yang terindikasi digunakan untuk transaksi judi online.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, memastikan pemblokiran tidak akan dilakukan secara massal, melainkan selektif berdasarkan temuan kasus per kasus.

“Tidak ada rencana itu (pemblokiran e-wallet massal). Jika case per case, misalnya uang haram lari ke e-wallet pasti akan kami proses di sana,” kata Ivan kepada wartawan, Minggu, 10 Agustus 2025.

Berdasarkan laporan semester I 2025, PPATK mencatat sedikitnya Rp 1,6 triliun dana judi online mengalir melalui e-wallet dalam 12,6 juta kali transaksi hanya dalam enam bulan.

Jika dirata-rata, setiap bulan terjadi lebih dari 2 juta transaksi dengan nilai hampir Rp 270 miliar per bulan hanya dari judi online.

Tren ini menggeser pola lama di mana rekening bank konvensional menjadi jalur utama transaksi, karena e-wallet menawarkan kemudahan pendaftaran, proses cepat, minim tatap muka, dan biaya transfer rendah.

Bagi pelaku kejahatan, dompet digital juga memungkinkan pemecahan dana dalam jumlah kecil atau smurfing sehingga lolos dari radar deteksi otomatis perbankan.

Ivan menegaskan bahwa mekanisme pemblokiran e-wallet akan berbeda dengan pembekuan rekening dormant.

Jika pada kasus dormant targetnya adalah rekening pasif yang rawan disalahgunakan, maka di e-wallet targetnya adalah akun yang aktif bertransaksi dan terindikasi menerima atau mengirim dana hasil tindak pidana.

Pernyataan ini muncul di tengah memori publik yang belum hilang soal pemblokiran rekening dormant pada 15 Mei 2025, yang kala itu menimbulkan keresahan massal.

PPATK membekukan ratusan juta rekening tak aktif karena dianggap rawan disalahgunakan untuk tindak kejahatan.

Namun, gelombang keluhan dari masyarakat memaksa lembaga tersebut mengubah sikap.

Sejak Mei 2025, PPATK menginstruksikan bank untuk mencabut penghentian sementara transaksi atau hentikan sementara (Hensem) terhadap rekening dormant yang lolos verifikasi.

Hasilnya, lebih dari 100 juta rekening atau sekitar 90% dari total yang dibekukan kini telah diaktifkan kembali.

Mayoritas rekening dormant tersebut sudah tidak aktif selama 5 hingga 35 tahun.

Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M Natsir Kongah, mengungkapkan pembukaan blokir berlangsung bertahap selama tiga bulan terakhir, dan sejauh ini 30 juta rekening telah kembali digunakan nasabahnya.

Meski Ivan menegaskan tidak ada rencana pemblokiran e-wallet secara massal, pengalaman publik dari kasus dormant memunculkan kekhawatiran.

Risiko “salah sasaran” kembali menjadi momok, mengingat sebagian pemilik e-wallet mungkin tidak mengetahui bahwa dana yang masuk berasal dari aktivitas ilegal.

PPATK mengklaim kini fokus pada pemantauan Prinsip Mengenali Nasabah (PMN) atau Know Your Customer (KYC) di semua bank dan penyelenggara fintech untuk memastikan setiap dana yang masuk terpantau.

Namun, di tengah upaya memberantas perputaran dana Rp 1,6 triliun judi online, PPATK juga mempertaruhkan sesuatu yang lebih besar: kepercayaan publik.

Pertanyaannya, apakah langkah tegas ke e-wallet ini akan menjadi babak baru dalam pemberantasan kejahatan finansial, atau justru mengulang kegaduhan seperti kasus dormant?

Pewarta : M. Nur